China, Korea Selatan, Indonesia juga Filipina dan Taiwan adalah negara-negara yang akan menunda penurunan bunga acuan, menurut Morgan Stanley.
Sementara itu, negara-negara tersebut sejauh ini masih memakai strategi intervensi untuk membantu mata uang agar tidak semakin tertekan alih-alih memakai instrumen bunga acuan.
Hanya saja, apabila tekanan terhadap mata uang semakin hebat, bank sentral di negara-negara itu membutuhkan kebijakan yang lebih agresif termasuk melalui kenaikan bunga acuan.
Kuatkah cadangan devisa?
Bagi Indonesia, situasi yang dihadapi rupiah saat ini jauh lebih rumit ketimbang Oktober lalu ketika secara mengejutkan Bank Indonesia menaikkan bunga acuan ke 6%. Nilai cadangan devisa sudah banyak terkuras, hanya dalam tiga bulan pertama tahun ini, posisi cadev RI sudah berkurang hingga US$ 6 miliar di mana pada Maret saja anjlok sampai US$ 3,6 miliar.
Secara musiman, bulan-bulan ke depan juga menjadi bulan yang buruk bagi rupiah seiring peningkatan permintaan dolar AS karena jadwal pembagian dividen korporasi. Nilai dividen yang dibagikan pada investor asing, yang membutuhkan dolar AS, diprediksi mencapai US$2,4 miliar dalam tiga bulan ke depan. Faktor lain yaitu kenaikan nilai utang luar negeri jatuh tempo yang cukup besar saat ini.
Nilai utang luar negeri RI yang jatuh tempo dalam waktu kurang dari setahun per Januari lalu mencapai US$70,7 miliar, tertinggi sejak 2013 lalu menurut data yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia.
Belum lagi risiko kenaikan nilai impor BBM akibat lonjakan harga minyak, buntut krisis geopolitik Timur Tengah yang memanas ketika harga dolar AS tengah kuat.
Pada saat yang sama, selera berinvestasi para investor asing sepertinya masih tertahan karena kekhawatiran terhadap perubahan kebijakan pengelolaan fiskal di bawah pemerintahan baru.
Rupiah telah melemah 5,34% dibandingkan level penutupan akhir tahun lalu, di mana dalam penutupan perdagangan kemarin semakin melemah ke Rp16.220/US$.
Pelemahan rupiah bukan hanya karena tekanan eksternal bunga tinggi global ataupun kenaikan tensi ketegangan di Timur Tengah. Dari sisi fundamental, rupiah juga terbilang rentan dibayangi defisit kembar yakni sisi fiskal dan transaksi berjalan.
Indonesia mencatat defisit fiskal, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang membutuhkan tambalan utang. Sementara transaksi berjalan juga diperkirakan akan terus mencatat defisit tahun ini yang makin lebar setelah tahun lalu defisit 0,1% terhadap Produk Domestik Bruto.
(rui)