Sutarto menyebut kemampuan yang dimiliki Bulog untuk menyerap gabah dari petani sangat terbatas dengan adanya peraturan dari pemerintah, termasuk dalam hal harga acuan. HPP yang ditetapkan oleh pemerintah masih jauh di bawah harga beli yang ditawarkan oleh penggilingan berskala besar.
HPP untuk gabah kering panen (GKP) di tingkat petani dipatok senilai Rp5.000/kg dan di tingkat penggilingan Rp5.100/kg. HPP untuk gabah kering giling (GKG) di tingkat penggilingan ditetapkan senilai Rp6.200/kg di penggiligan dan Rp6.300/kg di gudang Bulog.
Di sisi lain, dari tahun ke tahun, pasokan dari sentra produksi terus mengalami penurunan terlihat dari volume surplus setiap tahunnya. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) surplus beras dalam negeri terus menurun sejak 2018 4,37 juta ton menjadi 1,74 juta ton pada 2022.
"Mereka [penggilingan] padi yang besar-besar ini harus menyerap [gabah] sebanyak-banyaknya, berebutan satu sama lain, mengarah ke oligopoli. Suplai dari petani itu dari tahun ke tahun terus menurun, bisa dilihat dari surplus beras yang makin ke sini makin turun," ujar Sutarto.
Rantai Pasok Tidak Efisien
Menurut Sutarto, perebutan pasokan gabah oleh penggilingan padi berskala besar membuat rantai pasok beras di Indonesia menjadi tidak efisien. Sebab, penggilingan padi berskala besar acapkali menyerap gabah dari petani yang berada di luar daerah.
Hal tersebut menyebabkan ongkos produksi bertambah dan imbasnya adalah harga jual ke konsumen mengalami kenaikan.
"Makan ongkos, penggilingan [padi] di Jawa Barat ambil gabah dari Lampung, Sumatra Selatan, Jawa Tengah, Jawa Timur. Mereka berebut pasokan untuk mengamankan stok apabila panen selesai," ungkap Sutarto.
Untuk itu, Sutarto berharap pemerintah yang dalam hal ini adalah Kementerian Investasi atau Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) melakukan moratorium investasi penggilingan padi agar situasi yang terjadi saat ini tidak makin memburuk.
Selain itu, dia berharap agar peran Bulog sebagai stabilisator harga dapat ditingkatkan, salah satunya dengan cara melibatkannya dalam penyaluran bantuan sosial (bansos) pangan kepada masyarakat secara masif.
"Pemerintah rasanya juga perlu memberikan subsidi bagi Bulog untuk melakukan pembelian atau penyerapan beras walaupun tidak besar. Kemudian Bulog juga harus didorong untuk mengeluarkan cadangan [berasnya] secara masif seperti dahulu untuk menyeimbangkan harga lewat operasi pasar [OP], beras sejahtera [rastra], atau bantuan pangan lainnya," ujarnya.
(rez/wdh)