Logo Bloomberg Technoz

Oligopoli di Penggilingan Jadi Biang Keladi Inflasi Harga Beras

Rezha Hadyan
24 March 2023 15:01

Ilustrasi penggilingan padi. (Dario Pignatelli/Bloomberg)
Ilustrasi penggilingan padi. (Dario Pignatelli/Bloomberg)

Bloomberg Technoz, Jakarta — Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras Indonesia (Perpadi) berpadangan lonjakan harga beras yang terjadi belakangan ini tidak terlepas dari pesatnya pertumbuhan penggilingan padi berskala besar di dalam negeri. 

Ketua Umum Perpadi Sutarto Alimoeso menyebut terjadi perebutan pasokan gabah oleh perusahaan penggilingan padi berskala besar yang tersebar di seluruh Indonesia, khususnya Jawa dan Sumatra. 

Untuk mendapatkan pasokan gabah, mereka berani membeli dengan harga tinggi di atas harga pembelian pemerintah (HPP) yang sudah ditetapkan Badan Pangan Nasional (Bapanas).

"[Penggillingan padi] yang besar-besar ini berani beli dengan harga tinggi, karena mereka memang punya modal besar jadi berani berspekulasi. Akhirnya apa? Pemerintah tidak punya cadangan [beras] untuk melakukan penyeimbangan harga seperti dahulu," kata Soetarto —yang adalah mantan Direktur Utama Perum Bulog (Persero) periode 2009 hingga 2014— kepada Bloomberg Technoz, Jumat (24/3/2023).

Pedagang membungkus beras di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta, Kamis (23/2/2023). (Bloomberg Technoz/ Andrean Kristianto)

Berdasarkan laporan terakhir Bulog, cadangan beras pemerintah (CBP) saat ini hanya 320.000 ton alias jauh di bawah ambang batas aman 1,1 juta—1,5 juta ton. Penyerapan domestik yang dilakukan Bulog hanya mencapai 30.000 ton, sedangkan realisasi impor yang sudah disetor oleh badan usaha milik negara (BUMN) sektor pangan tersebut sebanyak 485.000 ton.

Mereka [penggilingan] padi yang besar-besar ini harus menyerap [gabah] sebanyak-banyaknya, berebutan satu sama lain, mengarah ke oligopoli.

Ketua Umum Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras Indonesia (Perpadi) Sutarto Alimoeso