Pemerintah sendiri sebelumnya telah memperhitungkan bahwa jika harga minyak mentah dunia mengalami kenaikan US$1/barel, subsidi maupun kompensasi BBM akan membengkak hingga Rp4 triliun.
Adapun, imbas ketegangan konflik tersebut, ESDM sendiri sebelumnya memperkirakan akan terjadi lonjakan harga minyak hingga US$100/barel.
"Kalau harga minyak, dugaan kami akan ada tekanan untuk naik dan tekanan untuk naik itu kalau menurut pendapat kami di US$5-10/barel," ujar Tutuka.
Saat ini, patokan harga minyak global Brent sendiri tengah bertengger stabil tinggi di atas US$90/barel. Jika kenaikan itu terjadi, kata Tutuka, maka harga minyak bisa tembus ke US$100/barel.
Kendati demikian, dia menegaskan, hitung-hitungan itu masih berupa simulasi dengan skenario premium risk. Namun, Tutuka mengatakan pihaknya tengah meminta PT Pertamina (Persero) untuk memperhitungkan matang-matang perihal dampak dari kenaikan harga minyak mentah imbas konflik tersebut.
"Jadi ini masih pendapat dan kajian dari kami," ujar dia.
Hari ini, minyak West Texas Intermediate (WTI) naik menuju US$86/barel atau naik 0,4% setelah sebelumnya ditutup sedikit lebih rendah pada Senin (15/04/2024) kemarin.
Sementara itu, Brent masih bertengger di atas US$90/barel, atau naik 0,42%.
Kenaikan tersebut dipicu oleh pernyataan pejabat tinggi militer Israel yang mengatakan negaranya tidak punya pilihan selain menanggapi serangan Iran akhir pekan lalu. Pernyataan tersebut dibuat di tengah seruan para pejabat di Eropa dan AS untuk mencegah eskalasi perang.
Seperti diketahui, serangan Iran terhadap Israel itu dipicu adanya serangan terhadap Konsulat Iran di Damaskus, Suriah pada 1 April lalu yang menewaskan para perwira tinggi militer Iran, menandai pertama kalinya Iran menyerang Israel dari wilayahnya.
Iran kemudian membalas dengan melancarkan serangan balasan dengan menembakkan ratusan drone dan rudal balistik ke wilayah Israel pada Sabtu malam (13/4/2024).
(ibn/ros)