Mata uang Malaysia terseret arus pelemahan akibat apresiasi dolar Amerika Serikat (AS) secara global karena Bank Sentral Federal Reserve diperkirakan tetap akan mempertahankan suku bunga tinggi dalam waktu yang cukup lama (higher for longer). Ringgit juga merasakan sentimen negatif akibat pelarian arus modal ke aset yang dipandang aman (safe haven) seiring peningkatan tensi di Timur Tengah.
Perlambatan ekonomi China, mitra dagang utama Malaysia, juga membebani langkah tinggit.
Malaysia bukan satu-satunya. Investor terus memantau perkembangan intervensi yang dilakukan bank-bank sentral di negara berkembang seperti China, Korea Selatan, Thailand, dan Indonesia, yang mata uangnya tertekan akibat reli dolar AS.
Namun, kenaikan harga minyak bisa membawa dampak positif terhadap negara-negara net eksportir minyak. Harga minyak jenis Brent yang bergerak ke arah US$ 100/barel bisa mendukung ringgit, sebut riset Stephen Ciu dari Bloomberg Economics.
Hari ini, harga Brent bergerak di kisaran US$ 90/barel.
(bbn)