Bloomberg Technoz, Jakarta - Mata uang Asia kompak melemah pada perdagangan hari ini, akibat serangan Iran ke Israel yang menyebabkan investor berburu dolar Amerika Serikat (AS). Beruntung rupiah tidak terkena ‘tsunami’ pelemahan tersebut.
Pada Senin (15/4/2024) pukul 11:15 WIB, baht Thailand dan yen Jepang menjadi yang terlemah dengan depresiasi masing-masing 0,38%. Disusul oleh peso Filipina (0,32%), won Korea Selatan (0,21%), ringgit Malaysia (0,21%), dan dolar Taiwan (0,15%).
Dinamika geopolitik jadi penggerak pasar. Akhir pekan lalu, Iran melakukan serangan balasan kepada Israel. Negeri Persia meluncurkan misil dan pesawat tanpa awak (drone) ke wilayah Negeri Bintang Daud.
Teheran menegaskan operasi militer itu sah dilakukan, sesuai dengan Piagam Perserikatan Bangsa-bangsa Pasal 51. Sebab, sebelumnya Israel menyerang kantor Kedutaan Besar Iran di Damaskus (Suriah).
Saat situasi sedang bergejolak, biasanya investor akan menghindari aset-aset berisiko dan beralih ke safe haven. Emas adalah salah satu opsinya.
Pada pukul 11:43 WIB, harga emas dunia di pasar spot naik 0,55% ke US$ 2.356,03/troy ons. Akhir pekan lalu, harga sang logam mulia sempat berada di atas US$ 2.400/troy ons.
Nasib Rupiah
Rupiah hari ini belum diperdagangkan di pasar spot. Sebab, pasar keuangan Indonesia masih libur cuti bersama merayakan Idul Fitri.
Pasar spot valas akan kembali memperdagangkan rupiah esok hari. Sepertinya rupiah akan bergerak melemah.
Putera Satria Sambijantoro, Ekonom Bahana Sekuritas, menyebut Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan 6 mata uang utama dunia) menguat 1,45% sepanjang pekan lalu. Tanpa mempertimbangkan faktor lain (ceteris paribus), maka rupiah bisa dibuka melemah di Rp 16.077/US$ pada perdagangan besok. Nasib rupiah akan sangat bergantung kepada intervensi Bank Indonesia (BI).
“Pasar spot dan forward Indonesia dikenal dengan likuiditas yang tipis, sehingga rupiah rentan melemah saat level psikologis tertembus. Oleh karena itu, depresiasi ke arah Rp 16.100-16.200/US$ mungkin saja terjadi,” tegas Satria dalam risetnya.
Pelemahan rupiah lebih lanjut, tambah Satria, akan disebabkan oleh 3 faktor utama. Pertama adalah korporasi masih berburu valas untuk kebutuhan pembayaran utang dan dividen.
Kedua, eksportir menumpuk valas sebagai antisipasi risiko pelemahan rupiah. Ketiga, spekulan menaruh posisi jual (short) terhadap rupiah.
Salah satu cara untuk meredam pelemahan rupiah, menurut Satria, adalah kenaikan suku bunga acuan. Bahana Sekuritas memperkirakan ada peluang 70% BI Rate bisa naik 25 basis poin (bps) ke 6,25% dalam rapat bulan ini.
“Kami merekomendasikan strategi defensif pada kuartal II-2024 dan menghindari saham-saham yang sensitif terhadap suku bunga, seperti perbankan,” tulisnya.
(aji)