Pasar minyak dunia telah mengalami pengetatan yang signifikan dalam beberapa bulan terakhir. Hal ini mendorong kenaikan biaya energi dan menimbulkan masalah bagi bank sentral saat mereka berusaha menekan inflasi. Menjelang serangan Iran ke Israel pada akhir pekan, analis minyak sudah membahas kemungkinan harga minyak sekali lagi mencapai US$100 per barel.
OPEC - kartel produsen minyak yang menjadikan Iran sebagai anggota pendiri - mengatakan pekan lalu bahwa minyak perlu dipantau ketat dalam beberapa bulan mendatang untuk memastikan "keseimbangan pasar yang sehat dan berkelanjutan," menurut laporan bulanan. Badan Energi Internasional (IEA), sementara itu, menyoroti konflik lain, dengan mengatakan serangan drone Ukraina terhadap kilang minyak Rusia berisiko mengganggu pasar produk minyak bumi.
Serangan Iran terjadi di saat permintaan sedang meningkat. Kilang minyak AS bersiap untuk meningkatkan produksi bahan bakar untuk musim panas, musim di mana konsumsi mencapai puncaknya. Di Asia, data ekonomi makro terbaru dari China menunjukkan bahwa ekonomi mungkin mulai membaik, yang mendukung prospek konsumsi bahan bakar.
Risiko pengiriman juga menjadi fokus setelah Iran menyita kapal, MSC Aries, dekat jalur air penting Selat Hormuz tak lama sebelum serangan terhadap Israel. Menurut data yang dikumpulkan oleh Bloomberg, pemilik manfaat (beneficial owner) kapal tersebut adalah bagian dari Zodiac Group yang terkait dengan Israel. Langkah ini menimbulkan kekhawatiran atas keselamatan kapal di wilayah tersebut, menambah gangguan logistik sebelumnya dari serangan di Laut Merah.
Harga:
- Minyak Brent untuk penyerahan Juni turun 0,1% menjadi $90,33 per barel pada pukul 6:31 pagi di Singapura.
- Minyak WTI untuk pengiriman Mei turun 0,2% menjadi $85,50 per barel.
(bbn)