Pernyataan terbaru Marcos menyoroti makin mendalamnya ketidaksepakatan kebijakan dengan Duterte, yang menjalin hubungan lebih erat dengan China.
Duterte mengatakan perjanjian lisan tersebut mencakup menjaga status quo dengan tidak mengirimkan bahan-bahan konstruksi untuk perbaikan dan pemeliharaan kapal, dan meskipun demikian, “kami belum memberikan apa pun kepada China,” lapor ABS-CBN pekan ini.
Misi militer Filipina yang merotasi dan memasok pasukan di kapal, yang disebut BRP Sierra Madre, telah menjadi sumber ketegangan terus-menerus antara Manila dan Beijing, dengan kapal-kapal China beberapa kali menembakkan meriam air ke kapal-kapal Filipina.
Selama pemerintahan Duterte, China dan Filipina mencapai “kesepakatan yang baik, yang secara efektif membantu menjaga perdamaian dan stabilitas secara keseluruhan” di Second Thomas Shoal, kata Kedutaan Besar China di Manila pada Jumat.
Pemerintahan Marcos tidak lagi mematuhi perjanjian tersebut sejak Februari 2023, sehingga menyebabkan “volatilitas yang terus-menerus” di wilayah tersebut, kata Kedutaan Besar China.
Dalam sebuah wawancara dengan Global Times yang dikelola Partai Komunis China yang diterbitkan pada Jumat, Duterte menuduh AS mengobarkan ketegangan antara China dan Filipina di Laut Cina Selatan, sambil mengkritik Marcos yang menuruti perintah Amerika.
Marcos telah memperkuat hubungan pertahanan dengan AS dan Jepang di tengah ketegangan dengan China.
“Saya pikir perjanjian trilateral ini sangat penting. Hal ini akan mengubah dinamika yang telah kita lihat di kawasan ini, di Asean, di Asia, di sekitar Laut Cina Selatan,” kata Marcos.
(bbn)