Sementara, data dari China pada minggu ini yaitu inflasi yang lebih rendah dari perkiraan serta data perdagangan dengan surplus, ekspor dan impor yang juga lebih rendah dari perkiraan makin menekan rupiah.
Dengan demikian, Lukman mengatakan, hampir tidak ada sentimen yang positif yang dapat mendukung rupiah.
“Rupiah diperkirakan masih akan tertekan, kecuali apabila Bank Indonesia kembali melakukan intervensi, apabila tidak, rupiah masih akan terus melemah di atas Rp16.000/US$, kisaran Rp16.000/US$ hingga Rp16.200/US$,” ujarnya.
Nilai tukar rupiah terus melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sepanjang tahun berjalan 2024. Kurs acuan Bank Indonesia yaitu Jakarta Interbank Spot Dollar Rate pada 5 April 2024, penutupan perdagangan sebelum Libur Idul Fitri 1445 H, ada di Rp15.873, dari sebelumnya Rp15.439 pada penutupan tahun 2023.
Tekanan terhadap nilai tukar rupiah memang terus bergulir sepanjang tahun dengan sentimen eksternal jadi pendukung utama pelemahan rupiah, Jumat (12/4/2024). Terbaru, rilis data ekonomi Amerika Serikat (AS) mencatatkan inflasi inti Indeks Harga Konsumen (Consumer Price Index/CPI) meningkat 0,4% dari bulan Februari, melampaui perkiraan selama tiga bulan berturut-turut.
Pada Jumat (12/4/2024) pagi, rupiah di pasar NDF, mengutip Bloomberg, serta Investing juga sudah melemah menembus Rp16.060/US$.
(dov)