Adapun, crumple zone dirancang untuk runtuh dan menyerap energi saat tabrakan, sehingga melindungi kabin penumpang.
Yannes menjelaskan, crumple zone yang lebih pendek pada minibus memberikan ruang yang lebih sedikit untuk penyerapan energi dalam tabrakan frontal.
Apalagi, berdasarkan informasi dari Kepolisian, terdapat adu banteng dengan bus berbobot lebih dari 4 ton yang melaju dengan kecepatan cukup kencang.
Jika diasumsikan kecepatan bus 50km/jam, maka energi kinetik yang diterima struktur body Gran Max dapat mencapai hingga sembilan kali.
Jika kecepatan bus yang sudah ada di trek yang benar mengikuti standar kecepatan minimum tol 80 km/jam, Yannes melanjutkan, maka energi kinetik yang diterima struktur body Gran Max bahkan dapat mencapai 22,5 kali.
“Di sini, jelas dampaknya amat sangat fatal. Struktur body Gran Max jelas tidak akan mampu menahan impact yang dahsyat tersebut. Impitan dan impact bus akan menghancurkan area mesin, kelistrikan dan tangki bensin dalam waktu sangat singkat dan menimbulkan ledakan,” ujar Yannes.
Kesimpulannya, makin tinggi kecepatan kendaraan saat tabrakan, makin besar pula energi kinetik yang harus diserap oleh struktur body dan sistem keselamatan kendaraan.
Energi kinetik yang lebih besar, kata Yannes, menghasilkan tekanan yang lebih besar pada struktur body dan sistem keselamatan kendaraan.
“Tekanan yang lebih besar dapat menyebabkan kerusakan yang 4 hingga 22,5 kali lebih parah pada struktur body dan sistem keselamatan kendaraan Gran Max yang sangat minim tersebut, tergantung kecepatan total saat impact, serta meningkatkan risiko cedera yang semakin lethal [mematikan] bagi pengemudi dan penumpangnya.”
Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mengatakan bakal melakukan pemeriksaan terhadap Daihatsu dan pihak terkait lainnya, sebagai buntut dari kecelakaan maut di KM 58 Jalan Tol Jakarta—Cikampek (Tol Japek) pada awal pekan ini.
Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono mengatakan hal ini perlu dilakukan untuk memahami masalah keselamatan imbas terjadinya kecelakaan nahas pada Senin (8/4/2024) tersebut. Adapun, 2 mobil besutan Daihatsu yang terlibat dalam insiden tersebut, yakni Gran Max dan Terios. Keduanya terbakar imbas kecelakaan tersebut.
Dalam kaitan itu, KNKT bakal meminta dan mengkaji data ihwal desain dan proses sertifikasi milik Daihatsu.
“Saat ini kami belum bisa bicara masalah keselamatan mobil. Untuk memahami hal ini kami akan cek dengan Daihatsu dan pihak terkait lainya. Kami akan minta data design dan proses seritifikasi dan akan kita kaji bersama,” ujar Soerjanto kepada Bloomberg Technoz, Kamis (11/4/2024).
Untuk diketahui, Daihatsu Motor Co. entitas anak usaha Toyota Motor Corp sebelumnya mengakui telah memanipulasi hasil uji tabrak atau crash test pada 88.000 mobil yang mereka produksi di Thailand dan Malaysia dan dijual dalam setahun terakhir.
Hal ini langsung memengaruhi penjualan mobil-mobil seperti Toyota Yaris Ativ dan Agya, juga Perodua yang diproduksi oleh perusahaan patungan Malaysia dan kendaraan lain yang tengah dikembangkan Daihatsu.
Berdasarkan keterangan Daihatsu, seperti dilaporkan Bloomberg News, mobil-mobil tersebut dijual untuk pasar Thailand, Malaysia, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Kuwait, Indonesia dan Meksiko.
Terdapat bagian dari komponen mobil yang berbeda antara saat dilakukan tes dengan hasil mobil yang ada di pasaran. Pihak Daihatsu mengatakan secara spesifik komponen tersebut berada di sisi door trims. Pengujian akan dilakukan ulang hingga hasil crash test benar-benar telah disertifikasi.
Usai crash test lanjutkan, penjualan mobil bisa kembali berjalan, tegas produsen mobil yang bermitra dengan Astra tersebut untuk pasar Indonesia.
“Kami dengan tulus meminta maaf kepada pelanggan dan stakeholders yang sebelumnya telah memberi kepercayaan dan dukungan, tetapi kami telah abai,” kata Soichiro Okudaira, Presiden Daihatsu pada konferensi pers April tahun lalu. Lalu, pihak ketiga akan menyelidiki masalah ini lebih lanjut.
(dov/wdh)