Menurut Verma, Indonesia menjadi negara yang “paling sensitif” terhadap arah kebijakan The Fed. Disusul oleh Korea Selatan.
Nomura memperkirakan suku bunga acuan akan turun 50 basis poin (bps) di Thailand, Indonesia, dan Filipina pada tahun ini. Awalnya, penurunan suku bunga diperkirakan mencapai 100 bps.
Bum Ki Son dari Barclays Bank Plc melihat ada risiko Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuan, jika rupiah terus melemah dan bertahan di atas Rp 16.000/US$. Kim menilai “peluang yang sangat kecil” bagi bank sentral Filipina, Singapura, dan Malaysia untuk menurunkan suku bunga acuan dalam waktu dekat.
Bagi Australia dan Selandia Baru, perubahan sikap pasar terkait arah Federal Funds Rate menegaskan ekspektasi bahwa suku bunga akan bertahan di level tinggi dalam waktu lama (higher for longer).
Kepala Ekonom Royal Bank of Canada cabang Australia Su-Lin Ong sudah lama menegaskan bahwa dirinya memperkirakan bank sentral RBA akan menjadi bank sentral besar terakhir yang menurunkan suku bunga acuan. Dalam risetnya, Ong menyatakan ada risiko siklus pelonggaran moneter RBA akan dimulai terlambat.
“Pelaku pasar sudah mempertimbangkan hal ini. Kami memperkirakan siklus pelonggaran moneter RBA akan dimulai pada 2025,” sebutnya.
Prashant Newnaha, pengamat suku bunga senior yang berbasis di Singapura, menyebut tidak banyak yang bisa dilakukan bank sentral di kawasan untuk mengatasi tren penguatan dolar dan inflasi AS yang tinggi.
“Tidak banyak yang bisa dilakukan kecuali meredam laju depresiasi mata uang. Namun, kondisi fundamental tidak menjamin mereka bisa melakukannya,” tegas dia.
(bbn)