Dengan demikian, pemerintah bisa menarik royalti batu bara dengan benar. Sebab, sistem tersebut bakal memblokir pengusaha yang belum melaksanakan kewajiban dalam melakukan aktivitas ekspor.
“Jadi itu semua dilakukan secara otomatis. Sekarang ini saya sudah mengejar Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) supaya sistem di ESDM selesai.”
Dalam kaitan itu, Luhut mengatakan, komoditas lain seperti timah, nikel, dan kelapa sawit bakal masuk ke dalam Simbara pada Juni 2024. Hal ini dilakukan agar negara bisa melacak dengan baik asal-usul timah dan apakah penambang sudah membayarkan kewajiban, salah satunya royalti.
“Seperti batu bara kalau tidak keliru penerimaan negara itu naik hampir 40% karena tidak bisa main-main lagi. Secara otomatis sistem ini juga bisa memblok. Dia tidak bisa ekspor kalau dia belum menyelesaikan kewajibannya,” ujarnya.
Luhut mengeklaim bahwa kementerian turut meminta masukan dari Direktur Pencegahan dan Monitoring Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Pahala Nainggolan untuk mengembangkan sistem tersebut.
Dalam kaitan itu, Luhut mengatakan bahwa Simbara bisa langsung mendeteksi adanya anomali dalam transaksi. Sehingga pemerintah bisa langsung melakukan pemeriksaan terhadap anomali tersebut.
Kejaksaan Agung (Kejagung) mengklaim masih melakukan penelusuran pada kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah pada wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) milik PT Timah Tbk (TINS). Penyidik pun memberikan sinyal jumlah tersangka pada kasus ini masih akan bertambah.
Padahal, pada saat ini, sudah ada 16 orang tersangka yang terdiri dari pejabat TINS, pengusaha tambang swasta, influencer, hingga suami artis. Akan tetapi, Korps Adhyaksa tersebut enggan mendetailkan profil para tersangka baru apakah berasal dari penyelenggara negara, pengusaha swasta, pejabat BUMN, atau artis.
“Nanti kita lihatlah ya kita masih menelusuri,” kata Direktur Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung, Kuntadi, Kamis (4/4/2024).
(dov/ros)