Logo Bloomberg Technoz

“Selisih US$3 per BOPD, sementara kita impor dari pasar minyak di Singapura, bayarnya pakai dolar. Setiap 1 barel, ada kenaikan US$3 dolar, itu dikalikan dengan [volume] mencapai 600.000 BOPD,” ujar Ryan saat dihubungi, Kamis (4/4/2024).

“Bisa menekan jalur fiskal dan memaksa atau menuntut Menteri Keuangan [Sri Mulyani] hati-hati dan lebih prudent dalam mengelola fiskal atau anggaran karena subsidi akan naik.”

Menurut Ryan, fiskal Indonesia bakal tertekan karena anggaran untuk subsidi dan kompensasi BBM makin besar. Apalagi, pemerintah telah memutuskan untuk menahan harga BBM hingga Juni 2024.

Untuk diketahui, pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah mencairkan dana kompensasi BBM sebesar Rp132,44 triliun kepada Pertamina pada Januari.

Dana tersebut merupakan kompensasi selisih harga jual formula dan harga jual eceran di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) Pertamina dalam rangka implementasi penyaluran Jenis BBM Tertentu (JBT) Solar dan Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) Pertalite hingga kuartal III-2023.

Total dana tersebut berasal dari kompensasi selisih harga pada kuartal III-2023 senilai Rp82,73 triliun, 2022 sejumlah Rp49,14 triliun, dan 2021 sebanyak Rp569 miliar.

Sementara itu, pemerintah menetapkan subsidi energi sebesar Rp189,1 triliun dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2024. 

Ilustrasi minyak. (Dok: Bloomberg)

Tekan Nilai Tukar

Kedua, menekan rupiah. Ryan beranggapana pelemahan rupiah hingga hampir menyentuh Rp16.000/US$ yang terjadi akhir-akhir ini salah satunya juga disebabkan karena sentimen negatif dari kenaikan minyak dunia.

Terlebih, Indonesia sebagai pengimpor bersih (net importer) minyak bakal berdampak setiap ada kenaikan harga minyak dunia, di mana kenaikan bakal menekan anggaran dan mengganggu stabilitas mata uang rupiah.

Ketiga, berdampak pada penjualan mobil. Ryan mengatakan dampak terakhir tidak serta-merta dilihat sebagai dampak negatif.

Di satu sisi, hal ini tentu bakal berdampak pada kinerja industri otomotif. Namun, di sisi lain, hal ini juga pada akhirnya bakal berdampak kepada pengurangan BBM karena sebagian penjualan otomotif masih didominasi oleh kendaraan yang membutuhkan BBM.

Apalagi, Ryan mengatakan, penjualan otomotif pada 2023 mulai mendekati masa sebelum pandemi, di mana penjualan mobil capai 1 juta unit dan motor mencapai 6,5 juta unit.

Suasana pengunjung pameran mobil IIMS 2024 di JIExpo, Jakarta, Kamis (15/2/2024). (Bloomberg Technoz/Andrean Kristianto)

Mendorong EV

Dalam situasi ini, Ryan mengatakan pemerintah harus makin gencar dalam mendorong penggunaan kendaraan listrik atau electric vehicle (EV) untuk mengurangi konsumsi BBM, terlebih konsumsi BBM masih bergantung dari impor.

Roadmap pengembangan industri mobil listrik dalam negeri harus dipercepat untuk mengurangi ketergantungan pada minyak dunia atau energi fosil. Selain bertumpu pada penggunaan kendaraan EV, harus dipercepat pembangunan industri energi baru dan terbarukan [EBT]. Selama ini hanya diomongin doang, tetapi eksekusinya saya amati lambat,” ujar Ryan.

Hari ini, harga minyak resmi memperpanjang kenaikan mendekati level tertinggi lima bulan setelah OPEC+ mengonfirmasi akan mempertahankan pengurangan pasokan.

Brent untuk penyelesaian Juni naik 0,3% menjadi US$89,65 per barel pagi ini, mendekati level psikologis US$90 per barel. WTI untuk pengiriman Mei naik 0,3% menjadi US$85,72 per barel.

(dov/wdh)

No more pages