Berkaca pada Lebaran tahun lalu yang jatuh pada pekan ketiga April 2023, ketika itu jumlah pemudik mencapai 134 juta orang, melampaui perkiraan sebesar 123 juta. Angka tersebut naik 13% dibanding 2022. Presiden Joko Widodo (Jokowi) pernah menyebut, perputaran uang pada Lebaran tahun lalu mencapai Rp230 triliun.
Jumlah libur cuti bersama yang lebih banyak yakni 5 hari pada Lebaran 2023 membantu roda ekonomi berputar kencang dengan limpahan duit pemudik ke berbagai daerah dan tempat wisata.Pada kuartal II-2023, pertumbuhan ekonomi RI mencapai 5,22%, melompat dari kuartal sebelumnya yang hanya 5,03%.
Namun, setelah itu efek Lebaran habis sehingga konsumsi masyarakat lesu lagi, terindikasi dari pertumbuhan ekonomi domestik yang semakin melambat pada kuartal-kuartal berikutnya sehingga secara keseluruhan Produk Domestik Bruto (PDB) tahun lalu hanya tumbuh 5,05%, turun dibanding 2022 yang sebesar 5,31%.
Bank Indonesia mencatat, kebutuhan uang tunai masyarakat pada momentum Lebaran tahun lalu mencapai Rp188,8 triliun, naik 4,7% dibanding 2022. Sedangkan tahun ini, bank sentral memperkirakan kebutuhan uang tunai masyarakat akan tumbuh lebih kecil, yaitu naik 4,6% menjadi Rp197,6 triliun.
Menilik data peredaran uang yang dilaporkan Bank Indonesia pada bulan ketika puncak perayaan Lebaran tahun lalu datang, pertumbuhan uang beredar memang melambat. Pada April 2023, uang beredar di perekonomian dalam arti luas (M2) mencapai Rp8.350,4 triliun, hanya tumbuh 5,5% year-on-year, melambat dibandingkan pertumbuhan bulan sebelumnya 6,2%.
Sedangkan uang kartal atau uang tunai yang beredar di masyarakat pada bulan Lebaran itu mencapai Rp895,8 triliun, naik 7,5% dibanding Maret yang sebesar Rp832,9 triliun. Bila melihat pertumbuhan secara tahunan, uang kartal pada April 2023 mencatat kontraksi 0,1% setelah pada bulan sebelumnya tumbuh 5,1%.
Konsumsi Defensif
Pertumbuhan ekonomi kuartal dua tahun ini memang berpotensi lebih tinggi karena efek perayaan Lebaran. Pembelanjaan masyarakat lazim meningkat untuk menutup kebutuhan Hari Raya.
Kucuran Tunjangan Hari Raya (THR) bagi ASN/TNI/POLRI yang sudah 100% nilainya dibanding tahun lalu yang masih 50%, berpeluang membantu peningkatan daya beli. Begitu juga THR yang banyak diterima para karyawan swasta.
Hal itu juga terbaca dari hasil Survei Penjualan Ritel Februari yang dirilis bulan lalu. Kinerja penjualan eceran pada musim perayaan yaitu Maret-April diperkirakan akan mengalami perbaikan didukung oleh kenaikan belanja masyarakat selama Ramadan dan Idulfitri, setelah dua bulan pertama tahun ini mencatat kontraksi secara berturut-turut secara bulanan.
Indeks Ekspektasi Penjualan pada Maret diperkirakan naik ke 132,3, lebih tinggi dibanding 115,1 pada periode sebelumnya. Sedangkan pada April, indeks diprediksi naik menjadi 165,9 dari tadinya 137,2.
Namun, perlu dicatat bahwa kondisi keuangan masyarakat pada Lebaran tahun ini sudah lebih lesu dibanding Lebaran tahun lalu. Indikasinya bisa terlihat dari kinerja konsumsi masyarakat sebelum datang musim perayaan.
Bila Lebaran 2023 daya beli masyarakat masih lebih kuat di mana kinerja konsumsi rumah tangga masih mencatat pertumbuhan 4,93% pada 2022, maka pada Lebaran tahun ini, daya beli masyarakat sudah lebih dulu lesu yang terlihat dari perlambatan kinerja konsumsi rumah tangga yang anjlok pada kuartal IV-2023 dengan pertumbuhan cuma 4,47%.
Kelesuan terutama karena lonjakan harga pangan yang begitu tinggi. Sebagai gambaran, pada musim perayaan tahun lalu Maret-April 2023, harga beras eceran mencatat kenaikan masing-masing 11,43% dan 11,34%. Sedangkan tahun ini, pada Maret lalu harga beras di tingkat eceran sudah mencatat lonjakan tertinggi dalam 13 tahun terakhir dengan kenaikan mencapai 20,44%.
Kenaikan harga beras, makanan pokok lebih dari 270 juta masyarakat Indonesia, berdampak besar konsumsi rumah tangga secara keseluruhan. Pola belanja masyarakat semakin defensif terindikasi dari penurunan pembelian barang sekunder dan tersier (durable goods) seperti pakaian, alas kaki, hingga sepeda motor dan mobil. Indeks Pembelian Barang Tahan Lama turun ke level terendah dalam tiga bulan.
Faktor lain yang berpotensi melemahkan belanja Lebaran tahun ini adalah tarif tol yang juga lebih mahal. Tarif jalan tol di beberapa ruas tol utama di mana jutaan pemudik akan melewatinya, dipastikan lebih tinggi.
Sejak awal Maret lalu, BUMN pengelola jalan tol PT Jasa Marga Tbk (JSMR) menerapkan kenaikan tarif 13 ruas tol rata-rata di atas 30%. Ini tentu mempengaruhi pengeluaran transportasi yang bisa berdampak mengurangi pengeluaran untuk kebutuhan lain.
Faktor berikut adalah beban pajak penghasilan untuk THR. Penerapan skema Tarif Efektif Rata-Rata (TER) oleh pemerintah berdampak pada penerimaan nominal THR yang lebih kecil bagi para pekerja dibandingkan tahun lalu. Dengan 'bekal' nilai THR yang menurun dibanding nominal tahun lalu akibat dipotong pajak lebih besar, besar kemungkinan belanja Lebaran juga ikut terseret.
Hasil Survei Konsumen terakhir yang dilansir oleh Bank Indonesia, masyarakat Indonesia melihat kondisi ekonomi saat ini adalah yang terburuk sejak November 2022, tecermin dari penurunan Indeks Kondisi Ekonomi saat ini. Penyebab penurunan tersebut terutama adalah karena sulitnya lapangan kerja dan penurunan penghasilan.
Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja jatuh ke level terendah sejak September. Sedangkan Indeks Penghasilan Saat Ini bahkan terpuruk ke level terendah sejak April 2022.
Dengan lanskap seperti itu, ada potensi capaian pertumbuhan ekonomi pada kuartal II ketika puncak musim perayaan berlangsung, tidak setinggi tahun lalu.
Bank Indonesia sejauh ini masih mempertahankan pertumbuhan ekonomi tahun ini akan mencapai kisaran 4,7%-5,5%. Sementara pemerintah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi RI pada 2024 mencapai 5,2%, lebih tinggi dibanding tahun lalu.
Dua lembaga internasional yaitu IMF dan Bank Dunia, masing-masing memperkirakan pertumbuhan ekonomi RI tahun ini akan semakin lambat masing-masing di angka 5% dan 4,9%.
(rui/aji)