Selain untuk pasien juga ada yang mengalami resistensi antibiotik terkait obat jerawat yang digunakannya.
Kemudian dokter Fitria juga mengatakan skincare yang sering digunakan pasien juga terdapat pada bahan merkuri.
"Memberikan hasil cepat, glass skin, sangat cerah itu demand yang diinginkan masyarakat, padahal sebetulnya, bukan berarti putih paling oke atau cantik, termakan oleh iklan," katanya.
Ia juga mengutarakan soal pengawasan dan edukasi sangat sulit terhadap remaja saat ini yang kelahiran di tahun sekitar 2010 atau Gen Alpha.
Lantaran mereka adalah generasi digital yang mudah mengakses jenis-jenis skincare.
"Bahwa demand mereka skincare etiket biru, tidak berizin juga ada di pasaran meningkat. PR kita bersama, bagaimana edukasi mereka untuk bisa agar tidak misleading,"paparnya.
Di sisi lain, Deputi bidang Pengawasan Obat Tradisional Suplemen Kesehatan dan Komestik, Mohammad Kashuri mengatakan hal sama bahwa konsumen yang menggunakan skincare beretiket biru ialah segala usia dan paling banyak usia remaja.
"Siapa paling banyak segala usia, remaja paling banyak, terutama beli secara online," katanya melalui webinar di YouTube BPOM RI.
Skincare beretiket biru ini merupakan produk perawatan kecantikan kulit yang diberi tambahan obat keras tanpa resep atau pengawasan dokter.
Produk ini juga biasanya diproduksi oleh klinik-klinik kecantikan tanpa melalui aturan kefarmasian terkait produk perawatan kulit dan estetika.
(sel/spt)