Sementara posisi ULN Swasta jangka pendek mencapai US$52,53 miliar per Januari, naik 2,75% year-on-year dan bertambah US$1,4 miliar dibanding bulan sebelumnya.
Hanya posisi ULN pemerintah yang turun untuk kategori utang jangka pendek. Per Januari lalu, berdasarkan jangka waktu sisa, posisi ULN jangka pendek pemerintah adalah US$11,82 miliar per Januari lalu, turun 22,4% year-on-year.
Sejauh ini, ULN Indonesia didominasi oleh utang dalam denominasi dolar AS di mana persentasenya mencapai 66,5% dari total utang luar negeri. Alhasil, naik turunnya kurs dolar AS akan berpengaruh langsung terhadap besar kecil beban utang yang ditanggung perekonomian RI. Selain dolar AS, utang valas juga didominasi oleh mata uang asing lain seperti euro, yen Jepang, yuan China dan lain sebagainya.
Sementara utang luar negeri jatuh tempo dalam denominasi dolar AS yang nilainya besar tentu bisa mempengaruhi kondisi supply demand valas di pasar. Bila nilai yang jatuh tempo melonjak cukup besar di satu waktu ketika suplai valas di pasar tidak cukup banyak, nilai rupiah bisa tertekan permintaan dolar AS yang tinggi. Begitu juga sebaliknya. Menempuh upaya hedging valas lazim menjadi jalan keluar bagi debitur agar kebutuhan dolar AS untuk membayar utang jatuh tempo bisa dipenuhi dan diperkecil risiko biayanya.
Dalam penjelasannya, Bank Indonesia menilai struktur utang luar negeri RI tetap sehat. Indikasinya adalah rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang menurun menjadi 29,4% pada Januari dari 29,7% pada bulan sebelumnya. Selain itu, yang tak kalah penting, posisi ULN juga didominasi utang jangka panjang di mana nilainya mencapai 86,9% dari total ULN.
"Posisi ULN pemerintah relatif aman dan terkendali mengingat hampir seluruh ULN memiliki tenor jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,9% dari total ULN pemerintah. Sedangkan ULN Swasta juga didominasi jangka panjang dengan pangsa mencapai 76,1% dari total ULN Swasta," jelas Erwin Haryono, Asisten Gubernur Bank Indonesia yang membawahi Departemen Komunikasi bank sentral, dikutip Rabu (3/4/2024).
Sampai akhir Januari lalu, total utang luar negeri RI mencapai US$405,73 miliar, setara dengan Rp6.464,9 triliun. Dari nilai utang sebesar itu, utang luar negeri pemerintah mencapai US$194,41 miliar, naik tipis 0,06% dibandingkan Januari 2023.
Sedangkan utang luar negeri bank sentral mencapai US$14,6 miliar, naik 56% year-on-year. Adapun utang luar negeri swasta pada Januari 2024 mencapai US$196,71 miliar, turun 2,6% dibanding periode yang sama tahun lalu.
Kelompok swasta BUMN mencatat posisi utang luar negeri sebesar US$48,54 miliar. Turun dibanding Desember sebesar US$48,72 miliar. Bila dibanding Januari 2023, penurunannya lebih besar lagi karena pada periode tersebut posisi ULN perusahaan milik negara mencapai US$53,81 miliar.
Pada 2023 lalu, posisi ULN yang jatuh tempo kurang dari setahun setara dengan 17,2% terhadap total utang luar negeri RI. Sementara rasio utang luar negeri jangka pendek dibandingkan dengan nilai cadangan devisa RI mencapai 47,8%, tertinggi sejak kuartal IV-2022.
(rui)