Selain itu, ia menyampaikan bahwa dalam kurun waktu tiga tahun terdapat penurunan tumpang tindih penggunaan lahan sebesar 9% atau setara 29,5 juta hektar lahan.
"Hal ini disebabkan oleh penetapan peraturan daerah untuk RT/RW Provinsi dan RT/RW kabupaten baru, perubahan tata batas kawasan hutan dan penerbitan perizinan," jelasnya.
Tak hanya itu, Aris juga mengklaim kebijakan satu peta telah dimanfaatkan untuk berbagai isu strategis seperti, pengukuhan kawasan hutan, perizinan sawit, tambak, hingga dimanfaatkan dalam pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).
“Untuk kawasan peruntukan timah di Bangka Belitung, juga untuk melihat sampai sekarang 9% pengurangan tumpang tindih, sekarang sisa 26 sekian hektar. itu sebenarnya dampak One Map Policy selama 5 tahun terakhir,” ucap Aris.
Aris menjelaskan data yang terdapat dalam kebijakan satu peta bisa dijadikan sebagai acuan dalam merencanakan pemanfaatan ruang di darat, laut, dalam bumi, dan udara. Menurut Aris, kebijakan ini bisa menyelesaikan permasalahan sengketa lahan dan tumpang tindih pemanfaatan ruang.
Dalam pelaksanaannya, One Map Policy turut melibatkan 24 K/L dan 34 Provinsi serta mencakup 158 peta tematik yang mencakup Informasi geospasial tematik perencanaan ruang, status, potensi, perekonomian, keuangan, kebencanaan, perizinan pertanahan dan kemaritiman.
Sebelumnya, kebijakan Satu Peta telah diatur sejak 2016 melalui penerbitan Paket Kebijakan Ekonomi VIII dan Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2016. Koordinator utama kebijakan ini yaitu Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan BIG sebagai ketua pelaksana.
Selanjutnya, setelah terbitnya UU Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020, terdapat perubahan jumlah informasi geospasial tematik pada One Map Policy. Hal ini, sesuai dengan Peraturan Menko Ekonomi Nomor 3 Tahun 2024.
Selain itu, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 28 Tahun 2023 telah ditetapkan adanya penambahan akses kepada masyarakat untuk bisa menggunakan dan mengunduh kebijakan satu peta.
(azr/lav)