DPR Skeptis
Saat mendengar penjelasan tersebut, Wakil Ketua Komisi VI Mohamad Hekal skeptis terhadap klaim bahwa terdapat kelebihan pasok timah dari Malaysia. Indonesia, yang notabene salah satu penghasil timah utama dunia, padahal sedang mencatatkan penurunan produksi dari basis tambang timah di Provinsi Bangka Belitung.
“Di mana Malaysia produksi timah itu? Oh Bangka Belitung? Luar biasa ya, saya tidak mengerti Indonesia sudah pindah wilayah, border geser-geser ya,” sentil Hekal.
Terlebih, Hekal menyebutkan bahwa TINS merupakan produsen penghasil timah terbesar ke-2 di dunia.
Dengan kata lain, fakta itu tentu bertolak belakang dengan klaim produksi TINS yang justru mengalami penurunan sebesar 26%. Bila TINS merupakan produsen penghasil timah terbesar ke-2 di dunia, maka secara logika penurunan produksi justru bakal mengurangi pasokan timah dunia.
Selain itu, Hekal juga menyinggung praktik pertambangan ilegal pasti bakal menyebabkan adanya penyelundupan produksi timah ke luar negeri, di mana timah tersebut bakal diklaim sebagai hasil dari negara tertentu.
“Secara ilegal ini pasti terselundup ke luar, dijual ke berbagai market dan diakui sebagai produksi si A, B, dan C. Barang ini ilegal, tetapi harus ada jalur pelegalan. Ini terjadi sudah lama,” ujar Hekal.
Mengutip data International Tin Association (ITA), PT Timah merupakan produsen timah olahan ke-5 terbesar di dunia dengan hasil produksi 15.300 ton atau turun 22,7% dari tahun 2022 sebesar 19.800 ton.
Yunnan Tin dari China merupakan produsen terbesar nomor wahid dengan produksi 80.100 ton pada 2023 atau meningkat 3,9% dari 2022 sebesar 77.100 ton.
Adapun, total produksi dari 10 produsen teratas pada 2023 adalah 219.600 ton atau meningkat 0,41% dari 2022 yang sebanyak 218.700 ton. Produksi dari TINS menyumbang 6,97% dari total produksi 10 produsen teratas dunia pada 2023.
PT Timah Tbk (TINS) mencatatkan kinerja yang lesu sepanjang 2023, sejalan dengan adanya isu dugaan korusi yang menyeret emiten pertambangan pelat merah itu.
Berdasarkan laporan keuangannya yang dikutip Jumat (29/3/2024), TINS membukukan rugi bersih senilai Rp449,7 miliar. Hal itu berbanding terbalik dengan perolehan tahun sebelumnya yang berhasil mencetak laba bersih senilai Rp1,18 triliun.
Selain itu, total pendapatan perseroan juga tercatat mengalami penurunan hingga 32,89% menjadi Rp8,39 triliun dari tahun sebelumnya yang senilai Rp12,5 triliun.
Sejalan dengan penurunan penjualan, perseroan mencatatkan penurunan beban pokok pendapatan dari sebelumnya di Rp9,97 triliun menjadi Rp7,92 triliun.
Walhasil, perusahaan juga mencatatkan rugi per saham menjadi Rp60 dari sebelumnya yang memperoleh laba per saham senilai Rp140.
(dov/wdh)