Bloomberg Technoz, Jakarta - Kondisi keuangan PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) kian sulit. Perusahaan mencatat defisit saldo laba signifikan di tahun buku 2023.
Padahal, saldo laba memiliki peran penting mengingat fungsinya yang dapat digunakan untuk investasi di masa mendatang maupun ekspansi hingga menutup kebutuhan tak terduga sebuah perusahaan, termasuk WIKA.
Berdasarkan laporan keuangan, defisit saldo laba WIKA tercatat Rp7,2 triliun per akhir Desember 2023. Angka ini jauh melesat dibanding periode yang saham tahun sebelumnya, Rp4,86 miliar, meski WIKA masih memiliki saldo cadangan lainnya sebesar Rp4,04 triliun.
Faktor lain yang menjadi perhatian adalah, arus kas atau cashflow WIKA yang negatif. Per akhir Desember 2023, WIKA mencatat saldo negatif signifikan dari arus kas operasi Rp2,89 triliun.
Pada saat yang sama, WIKA juga memiliki liabilitas jangka pendek melebihi jumlah aset lancarnya yang sebesar Rp7,63 triliun.
Kondisi yang tengah dialami WIKA itu mengindikasikan adanya suatu ketidakpastian material yang dapat menyebabkan keraguan signifikan atas kemampuan grup untuk mempertahankan kelangsungan usahanya, menurut Akuntan Publik, Benny Andria dari KAP Amir Abadi Jusuf, Aryanto, Mawar & Rekan.
Lonjakan Beban
WIKA sejatinya bukan berarti tak lagi memiliki pemasukan. Perusahaan masih mengerjakan banyak proyek, termasuk proyek strategis nasional (PSN).
Banyaknya proyek yang dikerjakan tercermin dari naiknya pendapatan bersih 4,89% secara tahunan menjadi Rp22,53 triliun pada 2023.
Namun, seiring bertambahnya proyek, maka beban pokok turut naik, bahkan melampaui kenaikan pendapatan. Kenaikan beban pokok WIKA sebesar 7,2% secara tahunan menjadi Rp20,67 triliun.
Alhasil, laba kotor tercatat Rp1,86 triliun. Angka ini turun 15,44% secara tahunan menjadi Rp1,86 triliun.
Sejumlah pos beban WIKA turut naik. Namun, kenaikan paling signifikan ada di beban lain-lain yang mencapai 310,33% menjadi Rp5,4 triliun di akhir 2023.
Jika ditelisik lebih lanjut, salah satu pemicu kenaikan beban itu adalah membengkaknya kerugian penurunan nilai. Kerugian ini lompat 295,39% secara tahunan menjadi Rp3,27 triliun.

Tekanan makin besar lantaran beban keuangan juga membengkak 133,70% menjadi Rp3,20 triliun dari sebelumnya di Rp1,37 triliun.
Alhasil, WIKA membukukan rugi bersih Rp7,12 triliun sepanjang 2023. Angka itu membengkak hingga 120 kali lipat dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, Rp59,5 miliar.
Situasi Menantang
Agung Budi Waskito, Direktur Utama WIKA tak menampik, tahun 2023 adalah periode yang menantang, karena WIKA fokus pada restrukturisasi keuangan dan transformasi yang menjadi bagian dalam 8 metode stream penyehatan.
Meski begitu, di tengah situasi tersebut, WIKA masih mampu mencatat pertumbuhan pendapatan.
"Demikian juga dengan perolehan kontrak baru yang masih mampu diraih Perseroan mencapai Rp29,25 Triliun dimana 93% dari kontrak yang digenggam perusahaan merupakan kontrak dengan pembayaran bulanan," jelas Agung.
Komitmen WIKA dalam menjaga kerjasama dengan para mitra kerja terus diupayakan, tercermin dalam jumlah pembayaran kepada pemasok dan mitra kerja sepanjang 2023 yang tercatat sebesar Rp13,21 Triliun.
Catatan tersebut memberikan indikasi bahwa langkah penyehatan WIKA masih berjalan on track sesuai dengan yang direncanakan berkat dukungan dari para stakeholder Perseroan.
"Dukungan telah diberikan oleh lembaga keuangan dengan menyepakati MRA dengan nilai total Rp20,7 atau 100% dari nilai outstanding. Selain itu, proses right issue WIKA juga berjalan sesuai timeline di mana diharapkan dapat terealisasi pada April 2024," jelas Agung.
(red)