Langkah itu memang akan mengejutkan terutama setelah melihat tren sejauh ini seharusnya adalah penurunan bunga acuan, seiring prospek bunga global. Namun, berkaca pada apa yang terjadi pada bulan Oktober lalu, menaikkan bunga acuan yang berarti berbalik dari siklus, bukan hal yang tidak mungkin terjadi.
Arus keluar modal asing di pasar surat utang telah menyeret nilai rupiah hingga melemah lebih dari 3% sepanjang tahun ini. Asing telah melepas sedikitnya US$1,7 miliar asetnya di surat utang negara selama kuartal I-2024.
Posisi cadangan devisa RI juga sudah turun US$2,35 miliar hanya dalam dua bulan pertama tahun ini, salah satunya digunakan oleh BI untuk mengintervensi pelemahan nilai rupiah, baik melalui intervensi pasar valas, forward (DNDF) hingga ke pasar surat utang negara. BI telah membeli lebih dari Rp30 triliun SBN sejak awal tahun sampai akhir Maret lalu.
Ketika BI rate secara tak terduga dinaikkan Oktober lalu, posisi cadangan devisa telah tergerus hingga US$12 miliar. "Keputusan [kenaikan BI rate] Oktober itu berjarak enam bulan setelah BI aktif mengintervensi pasar dan setelah cadangan devisa turun sampai US$12 miliar," kata Head of Equity Research Bahana Sekuritas Satria Sambijantoro.
Bahkan ketika BI rate dinaikkan jadi 6%, rupiah masih belum begitu saja keluar dari tekanan. BI menaikkan bunga acuan pada 19 Oktober, rupiah terperosok ke level terlemah tahun 2023 pada 27 Oktober di kisaran Rp15.940/US$.
Perhatian pelaku pasar selanjutnya akan terpaku pada data transaksi berjalan RI di mana pada Februari lalu nilai surplusnya telah terperosok ke level terendah dalam sembilan bulan terakhir ke level US$867 juta, jauh lebih kecil dibandingkan prediksi para pelaku pasar yang memperkirakan bisa mencapai US$2,3 miliar.
Transaksi berjalan RI pada kuartal 1-2024 diperkirakan akan mencatat defisit lebih besar dibandingkan kuartal IV-2023 lalu sebesar US$1,3 miliar. Badan Pusat Statistik dijadwalkan mengumumkan data neraca pembayaran dan transaksi berjalan kuartal 1-2024 pada 20 Mei nanti.
Permintaan valas tinggi
BI menilai pelemahan rupiah belakangan ini terutama karena faktor kejatuhan nilai yuan China dan kenaikan permintaan valas di pasar domestik.
BI telah masuk mengintervensi pasar dari pagi tadi sehingga nilai rupiah akhirnya perlahan bangkit dan pada pukul 14:39 WIB, rupiah memperkecil pelemahan ke kisaran Rp15.908/US$.
Melihat faktor musiman, bulan April memang secara historis menjadi bulan dimulainya peningkatan permintaan dolar AS di pasar. Namun, siklus tahun ini sepertinya akan lebih runyam karena adanya faktor-faktor lain seperti ketidakpastian politik dan kekhawatiran akan risiko fiskal Indonesia di bawah pemerintahan baru.
Pertama, kedatangan musim pembayaran dividen oleh korporasi membuat banyak perusahaan memburu dolar AS. Hitungan Citigroup beberapa waktu lalu, nilai dividen yang dibagikan oleh korporasi di pasar saham domestik pada para investor asing mencapai US$2,4 miliar atau sekitar Rp37,3 triliun, dalam tiga bulan ke depan.
Kedua, jatuh tempo utang luar negeri yang juga melonjakkan permintaan dolar di pasar. Nilai utang luar negeri RI yang jatuh tempo dalam waktu kurang dari setahun per Januari lalu mencapai US$70,7 miliar, tertinggi sejak 2013 lalu menurut data yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia.
Ketiga, ketidakpastian politik dan risiko fiskal. Program-program yang diusung Prabowo Subianto, pemenang pilpres sesuai hasil hitung suara resmi oleh KPU pada 20 Maret lalu, yang diperkirakan memakan biaya sangat besar seperti program makan siang gratis dikhawatirkan akan membawa APBN dalam risiko defisit lebih besar dan membuat keuangan Indonesia rentan.
Sampai ada kejelasan tentang bagaimana program-program berbiaya super besar itu didanai, juga bagaimana stance kebijakan fiskal di bawah pemerintahan baru terutama ketika Menteri Keuangan Sri Mulyani hampir pasti tidak menjabat lagi, investor masih menghadapi ketidakpastian yang belum berujung.
"Ketidakpastian mengenai prospek politik menyebabkan beberapa perusahaan memilih memulangkan pendapatan mereka ketimbang menginvestasikannya kembali di dalam negeri," kata Bahana Sekuritas.
(rui)