Bloomberg Technoz, Jakarta - Kejatuhan nilai rupiah ke level terlemah dalam empat tahun terakhir di pasar spot hari ini, Selasa (2/4/2024), nyaris menjebol level psikologis Rp16.000/US$, salah satunya karena arus keluar modal asing yang deras di pasar keuangan.
Para investor asing menjual surat utang rupiah (SBN) juga saham-saham yang mereka miliki. Alhasil, nilai rupiah semakin terpuruk. Selama kuartal 1-2024, para pemodal asing telah menjual surat utang RI sedikitnya senilai US$1,7 miliar atau sekitar Rp27,04 triliun (asumsi kurs JISDOR Rp15.909/US$). Nilai penjualan SBN oleh asing itu menjadi yang terbesar sejak September 2022 dalam hitungan kuartalan.
Tekanan jual pemodal asing di pasar SBN bukan hanya karena sentimen global, terutama terkait prospek penurunan bunga Amerika. Surat utang RI juga banyak dilepas karena investor asing mengkhawatirkan prospek fiskal Indonesia di bawah pemerintahan baru hasil Pilpres 14 Februari lalu.
Dengan hasil penghitungan resmi Komisi Pemilihan Umum 20 Maret lalu menyatakan Prabowo Subianto sebagai pemenang pilpres, sorotan para investor semakin mengerucut pada prospek kebijakan fiskal kelak. Program-program yang diusung Prabowo yang diperkirakan memakan biaya sangat besar, seperti program makan siang gratis, juga rencana melanjutkan proyek pembangunan ibukota baru (IKN), dikhawatirkan akan membawa APBN dalam risiko defisit lebih besar dan membuat keuangan Indonesia rentan.

Ketidakpastian terkait prospek fiskal Indonesia di bawah pemerintahan baru itu yang menjadi pemicu para investor asing keluar dari pasar surat utang. Sampai ada kejelasan tentang bagaimana program-program berbiaya super besar itu didanai, juga bagaimana stance kebijakan fiskal di bawah pemerintahan baru terutama ketika Menteri Keuangan Sri Mulyani hampir pasti tidak menjabat lagi, investor masih menghadapi ketidakpastian yang belum berujung.
Para investor juga masih menunggu siapa yang akan memegang jabatan Menteri Keuangan di kabinet baru nanti di mana standarnya akan menjadi cukup tinggi karena sosok Sri Mulyani sejauh ini cukup disukai oleh pasar.
Sampai siang ini, tekanan di pasar surat utang sepertinya telah menarik Bank Indonesia bergerak cepat memborong SBN.
Yield atau imbal hasil surat utang tenor 2 tahun turun 2,0 bps ke 6,309%, sementara 10Y turun 4,5 bps jadi 6,664%. Adapun tenor 1Y naik 1,3 bps jadi 6,381%, sedang 3Y dan 5Y naik masing-masing 0,5 bps dan 0,8 bps.
Imbal hasil surat utang negara negara berdenominasi valas (INDON) terpantau naik di semua tenor terutama tenor 10Y yang naik 5,8 bps menjadi 4,978%. INDON 7Y naik lebih banyak hingga 6,5 bps. Sementara tenor pendek 2Y naik 2,2 bps menjadi 4,828%.
Defisit makin lebar

Kejatuhan nilai rupiah sejauh ini sudah pasti akan semakin membengkakkan posisi utang pemerintah yang sudah naik pada Februari lalu. Per akhir Februari, posisi utang pemerintah sudah mencapai Rp8.319,22 triliun, naik Rp66,13 triliun dibandingkan posisi akhir Januari.
Kenaikan posisi utang tersebut membawa kenaikan rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) ataudebt ratio per akhir Februari berada di 39,06%. Naik dibandingkan Januari yaitu 38,75%.
Defisit APBN dipastikan melebar mengingat setiap pelemahan nilai rupiah sebesar Rp100/US$, nilai pengeluaran pemerintah pusat bisa melonjak Rp10,1 triliun. Sementara kenaikan nilai pendapatan negara hanya bertambah Rp4 triliun. Dengan demikian, setiap pelemahan rupiah Rp100/US$, defisit APBN bertambah Rp6,2 triliun.
Bila berkaca pada pergerakan rupiah sepanjang tahun ini, rupiah telah melemah 3,7% year-to-date. Pergerakan rata-rata rupiah sepanjang tahun ini ada di kisaran Rp15.666/US$. Artinya, pergerakan rupiah tahun ini sudah lebih lemah hampir Rp700/US$ dari asumsi di APBN 2024. Menghitung sensitivitas, maka defisit APBN bertambah hingga Rp45,5 triliun. Bila rupiah sampai jebol Rp16.000/US$, defisit bisa meningkat Rp62 triliun.
Pemerintah telah menetapkan target defisit APBN 2024 melebar hingga 2,8%, dari tadinya hanya di kisaran 2,29%-2,3%. Adapun asumsi dasar ekonomi makro untuk APBN 2024 adalah, pertumbuhan ekonomi 5,2%, inflasi terkendali di 2,8%, nilai tukar rupiah Rp15.000/US$, imbal hasil SBN 10 tahun 6,7%, harga minyak dunia (ICP) di US$82 per barel dan lifting minyak 635.000 barel.
(rui)