Sesuai UU nomor 2 tahun 2018 tentang MD3, jatah kursi ketua DPR diserahkan kepada partai politik yang meraih suara terbanyak pada pileg. Berarti, kursi tersebut seharusnya kembali dikuasai PDIP dan mungkin diduduki kembali oleh Puan Maharani.
Revisi UU MD3 sendiri kerap dihubungkan dengan kebutuhan presiden dan wakil presiden terpilih, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Mereka butuh memastikan kuatnya dukungan legislatif agar seluruh program dan kebijakannya berjalan lancar.
Salah satu caranya dengan mengambil alih kursi ketua DPR dari PDIP. Hal ini bisa terjadi jika revisi UU MD3 dikembalikan pada rumusan tahun 2009.
Pada saat itu, posisi ketua DPR diberikan kepada koalisi yang memperoleh jumlah kursi terbanyak di Senayan.
Contohnya, Koalisi oposisi Presiden Joko Widodo (Jokowi) menguasai 52% kursi DPR, pada 2014. Jatah kursi ketua pun menjadi milik koalisi tersebut yang kemudian memilih kader Partai Golkar.
Padahal, PDIP saat itu mendapat suara terbanyak yaitu 18,95% suara pada Pileg 2014; dan menguasai 109 kursi di DPR. Akan tetapi koalisi pemerintah kalah jumlah dengan koalisi Prabowo.
(mfd/frg)