1. Apa yang terjadi saat pemilihan?
Menurut hasil yang dipublikasikan lembaga penyiaran negara TRT, Partai Rakyat Republik, yang dikenal sebagai CHP berhasil menang dengan 37,8% suara sedangkan Partai AKP Erdogan mendapatkan 35,5%.
TRT juga melaporkan, AKP diharapkan memenangkan kursi Wali Kota di 24 kota, turun dari 39 kota pada tahun 2019. CHP memimpin perlombaan di 35 provinsi, dibandingkan pada pemilihan terakhir hanya 21 provinsi. Di Istanbul, CHP memenangkan 51,1% dibandingkan dengan 39,6% untuk AKP. Di Ankara, CHP mendapatkan 60,4% suara dibandingkan dengan 31,8% AKP.
Penurunan sebagian suara untuk AKP yang merupakan partai yang berkuasa disebabkan oleh keputusan Partai Kesejahteraan Baru yang pro-Islam untuk mengajukan kandidatnya sendiri, mengakhiri aliansi antara keduanya.
Menurut hasil awal, wali kota yang mencalonkan diri di bawah bendera partai tersebut mendapatkan lebih dari 6% suara. Namun, masalah terbesar dalam kontes tersebut adalah ekonomi.
2. Seberapa buruk ekonomi Turki?
Turki sedang menghadapi krisis biaya hidup terburuknya dalam beberapa dekade bahkan ketika negara itu bersiap menghadapi pertumbuhan yang melambat. Kenaikan harga di kisaran pertengahan 70% mungkin belum mencapai puncaknya.
Dalam beberapa tahun terakhir, langkah andalan Erdogan untuk memperbaiki ekonomi adalah mencoba membeli dukungan pemilih dengan pinjaman murah dan pemberian fiskal. Resep tersebut tidak lagi ampuh, karena para kritikus memperingatkan bahwa Turki berisiko mengalami krisis neraca pembayaran.
Dan Erdogan, yang telah lama mendorong suku bunga rendah, mendapati dirinya terpaksa membela kebijakan fiskal yang lebih ketat di bawah kepemimpinan Menteri Keuangan dan Ekonomi Mehmet Simsek. Bank sentral menaikkan suku bunga acuan sebesar 500 basis poin menjadi 50% pada 21 Maret.
3. Apa pendekatan oposisi?
Seperti biasa, beberapa partai oposisi Turki mengkoordinasikan strategi, beberapa di antaranya memilih untuk tidak mencalonkan diri di beberapa distrik tertentu untuk menghindari bersaing satu sama lain.
Kelompok oposisi terbesar kedua di parlemen, Partai Kesetaraan dan Demokrasi Rakyat, atau DEM, yang menekankan hak minoritas, memilih untuk tidak mengikuti beberapa perlombaan munisipal penting di luar daerah kuatnya di tenggara, di mana minoritas Kurdi Turki berkonsentrasi.
Itu dianggap sebagai dukungan bagi kandidat CHP, termasuk Imamoglu.
DEM fokus pada merugikan partai Erdogan sebanyak mungkin dan memenangkan mayoritas munisipal di tenggara yang didominasi oleh suku Kurdi, di mana pemerintah menggulingkan 48 walikota Kurdi karena diduga memiliki hubungan dengan Partai Pekerja Kurdistan yang dilarang, atau PKK, setelah pemilihan lokal 2019. DEM mendapatkan 5,7% suara dan memenangkan 10 kota di tenggara.
4. Apa artinya ini bagi Erdogan?
Erdogan, yang berusia 70 tahun, dibatasi untuk menjalani masa jabatan presiden penuh terakhir selama lima tahun, namun ia akan memenuhi syarat untuk mencalonkan diri lagi untuk posisi tersebut untuk terakhir kalinya jika parlemen memanggil pemilihan umum mendadak sebelum akhir masa jabatannya saat ini pada Mei 2028.
5. Siapa Imamoglu?
Setelah lulus dari Universitas Istanbul pada tahun 1992, Imamoglu bekerja di bisnis keluarga di bidang konstruksi dan kontrak. Ia bergabung dengan CHP, partai oposisi utama, pada tahun 2008 dan enam tahun kemudian terpilih menjadi wali kota di distrik barat daya Istanbul, Beylikduzu.
Menikah dan memiliki tiga anak, ia berusaha menghilangkan segala citra buruk yang selalu diutarakan Erdogan tentang para pemimpin oposisi sebagai elit sekuler sayap kiri yang lepas dari kenyataan. Berbeda dengan banyak tokoh oposisi, Imamoglu yang namanya berarti "putra imam" tidak pernah absen menghadiri Salat Jumat.
Imamoglu pertama kali memenangkan kursi walikota di Istanbul, kota terbesar di negara itu, pada tahun 2019, mengakhiri pemerintahan kota selama 25 tahun oleh partai presiden dan pendahulunya.
Kemenangan pada 31 Maret melambungkan Imamoglu ke status tokoh oposisi terdepan. Hasil tersebut juga menghilangkan hambatan baginya untuk menantang Erdogan: karena CHP kini memegang mayoritas di dewan kota Istanbul, partai tersebut bisa menggantikan Imamoglu dengan anggota partai lain jika ia mengundurkan diri lebih awal untuk mencari jabatan yang lebih tinggi.
Ketidakmampuan untuk melakukan hal tersebut dilihat sebagai salah satu alasan partai tersebut enggan mendukung pencalonannya untuk presiden tahun lalu.
Wali Kota Istanbul memang memiliki pertarungan lain untuk dihadapi. Ia dituduh menghina anggota otoritas pemilu Turki yang tidak mengakui kemenangannya pada awal tahun 2019, dan berisiko dilarang berpolitik. Sidang berikutnya dijadwalkan pada 25 April. Jika ia dilarang, Wali Kota Ankara Mansur Yavas mungkin bisa menjadi kandidat oposisi untuk presiden.
(bbn)