Logo Bloomberg Technoz

Koreksi tajam IHSG terjadi di tengah sentimen rilis data inflasi RI. Siang tadi, Badan Pusat Statistik merilis data inflasi nasional periode Maret. Seperti ekspektasi, inflasi terjadi akselerasi, juga dengan laju lebih tinggi dari konsensus pasar.

Pada Senin (1/4/2024), Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti melaporkan terjadi inflasi 0,52% pada Maret dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm). Lebih tinggi dibandingkan Februari yang sebesar 0,37% mtm.

Sementara dibandingkan Maret 2023 (year-on-year/yoy), inflasi berada di 3,05%. Lebih tinggi dibandingkan Februari yang sebesar 2,75% yoy.

Tercatat saham-saham unggulan perbankan big caps juga mengalami penurunan dengan nilai cukup besar pada perdagangan hari ini:

  1. Saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) turun 200 poin ke Rp5.850/saham. Total transaksi Rp885,7 miliar
  2. Saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) turun 400 poin ke Rp6.850/saham. Total transaksi Rp726,5 miliar
  3. Saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) turun 225 poin ke Rp9.850/saham. Total transaksi Rp524,8 miliar.
  4. Saham PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) turun 325 poin ke Rp5.575/saham. Total transaksi Rp357,7 miliar

Mencermati lebih lanjut, sentimen yang mewarnai melemahnya saham-saham perbankan tersebut ditengarai imbas dari Otoritas Jasa Keuangan yang resmi mengakhiri kebijakan stimulus restrukturisasi kredit perbankan untuk dampak Covid-19, di Maret 2024 ini. 

Berakhirnya kebijakan tersebut seiring dengan pencabutan status pandemi Covid-19 oleh Pemerintah pada Juni 2023 silam, juga mempertimbangkan perekonomian Indonesia yang telah pulih dari dampak pandemi, termasuk kondisi sektor riil.

Restrukturisasi kredit yang diterbitkan sejak awal 2020 telah banyak dimanfaatkan oleh debitur terutama pelaku UMKM. Stimulus restrukturisasi kredit merupakan bagian dari kebijakan countercyclical dan merupakan kebijakan yang sangat penting (landmark policy) dalam menopang kinerja debitur, perbankan, dan perekonomian secara umum untuk melewati periode pandemi.

Adapun hasil survei OJK menunjukkan terdapat potensi peningkatan rasio kredit bermasalah atau Non-Performing Loan setelah kebijakan berakhir.

Dalam Survei Orientasi Bisnis Perbankan OJK (SBPO) Triwulan I 2024 yang melibatkan 100 responden dari berbagai bank, mayoritas responden meyakini risiko perbankan pada kuartal ini masih terjaga dan terkendali. Ini tercermin dari Indeks Persepsi Risiko (IPR) sebesar 53 atau masih berada di zona optimistis, meskipun menurun dibanding kuartal sebelumnya sebesar 58.

“Namun demikian, masih terdapat potensi peningkatan NPL yang berasal dari pemburukan kredit restrukturisasi Kol 1 dan Kol 2, seiring berakhirnya kebijakan restrukturisasi secara keseluruhan pada Maret 2024,” tulis survei SBPO Triwulan I 2024.

Bauran kebijakan di sektor perbankan yang diterapkan telah memberikan kontribusi yang nyata, khususnya melalui Kebijakan Stimulus Covid-19, dalam menopang tekanan terhadap perekonomian sejak awal pandemi melanda hingga saat ini.

Selama empat tahun implementasi, pemanfaatan  stimulus restrukturisasi kredit ini telah mencapai Rp830,2 triliun, yang diberikan kepada 6,68 juta debitur pada Oktober 2020, yang merupakan angka tertinggi sepanjang sejarah Indonesia. Sebanyak 75 persen dari total debitur penerima stimulus adalah segmen UMKM, atau sebanyak 4,96 juta debitur dengan total outstanding Rp348,8 triliun. 

POJK Stimulus merupakan kebijakan perintis di sektor keuangan sebagai reaksi cepat (quick response) OJK yang bersifat countercyclical dalam bentuk stimulus terhadap debitur yang secara langsung maupun tidak langsung terdampak Covid-19 antara lain melalui restrukturisasi kredit.

Kebijakan stimulus yang diterbitkan oleh OJK diawali dengan POJK No. 11/POJK.03/2020 pada Maret 2020 bertujuan untuk memberikan ruang bernafas kepada debitur yang berkinerja baik namun mengalami pemburukan akibat terdampak pandemi Covid-19.

(fad)

No more pages