Di sisi lain, Badan Pusat Statistik (BPS) menjabarkan penyebab tarif angkutan udara mengalami deflasi pada Maret 2024, justru menjelang periode musim mudik Lebaran.
Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan terdapat beberapa faktor utama yang menyebabkan tarif angkutan udara atau tiket maskapai penerbangan justru mengalami deflasi jelang Lebaran.
“Pertama, masih sedikit masyarakat yang belum menggunakan moda angkutan udara dari sisi permintaan dan dari sisi supply memang banyak maskapai yang tidak menaikkan tarifnya,” ujarnya, Senin (1/4/2024).
Dia menyebut BPS mencatat beberapa maskapai bahkan memberikan tarif angkutan udara yang lebih rendah pada Maret dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
Kedua, kata Amaila, adalah banyaknya provinsi yang menambah jumlah rute penerbangan dan secara tidak langsung turut berdampak menekan terhadap tarif angkutan udara.
“Contohnya Bangka Belitung dan di Pangkal Pinang, juga penerbangan Jakarta—Bali yang frekuensi dan jenisnya makin banyak,” terangnya.
Ketiga, Amalia mengatakan, kebijakan pemerintah untuk menurunkan tarif ke destinasi wisata superprioritas —untuk mendorong masyarakat berpelesir ke destinasi wisata superprioritas — juga memberi dampak pada harga tiket yang lebih terjangkau.
Amalia menjelaskan laju inflasi pada Ramadan tahun ini memang sedikit berbeda dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, di mana komponen makanan minuman (mamin), tembakau, dan transportasi biasanya menjadi penyumbang inflasi.
Tahun ini, kelompok mamin dan tembakau tetap memberikan andil besar, sedangkan posisi transportasi tergantikan oleh kelompok peralatan pribadi sebesar 0,04%. Adapun, andil transportasi terhadap inflasi hanya sebesar 0,01% pada Maret.
Penyebabnya, kata Amalia, tarif angkutan udara pada bulan tersebut justru deflasi 0,97%. Terdapat 20 provinsi yang mengalami deflasi tarif angkutan udara, sedangkan 17 lainnya mengalami inflasi dan 1 sisanya mengalami stagflasi.
(dov/wdh)