Ketiga, sebagai perusahaan terbuka nantinya, Palm Co akan dituntut untuk menghadirkan performa bisnis dan kinerja keuangan yang prima agar dapat terus dilirik investor.
“Jadi, apabila menjadi perusahaan yang tercatat di bursa, Palm Co punya harapan untuk tumbuh menjadi besar ke depannya,” tutur Toto.
Di sisi lain, Plt. Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) Sahat Sinaga menilai rencana aksi korporasi tersebut kurang cocok ditempuh oleh perusahaan pelat merah sektor perkebunan.
PT Perkebunan Nusantara (PTPN III) sebelumnya menyatakan Palm Co—yang dikelola PT Perkebunan Nusantara IV (PTPN IV)—membidik dana senilai Rp 8 triliun melalui IPO pada kuartal IV-2023.
Mengutip publikasi Pengumuman Ringkasan Rancangan Pemisahan PTPN III dan PTPN IV yang diterbitkan holding BUMN perkebunan tersebut di media massa pada Senin, (20/3/2023), perusahaan berencana melakukan pemisahan atau spinoff tidak murni atas sebagian bisnis kelapa sawit dan karetnya kepada PTPN IV. Hal itu akan mengakibatkan peralihan sebagian aktiva dan pasiva milik perseroan.
“Sekarang di-IPO-kan itu mau harga berapa? Enggak ada harganya saya kira. BUMN sekarang itu produktivitasnya enggak tinggi-tinggi amat. Banyak yang mangkrak pabrik dan kebun mereka. Kebun di Lampug itu mangkrak, enggak ada replanting, enggak diurus,” tutur Sahat.
Bagaimanapun, dia menilai, sebenarnya perusahaan kelapa sawit pelat merah memiliki potensi tinggi untuk berkembag menyaingi taipan sawit swasta. Dengan catatan, pengelolaannya harus berorientasi bisnis selayaknya BUMN Singapura, Temasek, yang operasional bisnisnya menyerupai korporasi swasta.
“Jangan ada campur tangan negara atau politik. Komisarisnya harus dari pejabat ini itu. Kalau mau di-holding-kan, [Palm Co] harus mengubah karakter,” tegasnya.
Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir optimistis pembentukan Palm Co bakal mengungguli Sime Darby Plantations dan Golden Agri Resources sebagai perusahaan hulu sawit berkelanjutan terbesar di dunia.
Setelah IPO, Erick menjelaskan Palm Co akan disulap menjadi perusahaan hulu sawit yang dapat dijagokan untuk menopang bahan baku puluhan cabang industri hilir sektor perkebunan andalan Indonesia itu. Misi itu dilakukan melalui konsolidasi tanah milik BUMN seluas 600.000—700.000 hektare (ha) menjadi lahan perkebunan kelapa sawit.
(wdh)