Sementara mata uang Asia lain terpantau menguat dipimpin oleh peso Filipina menguat tipis 0,1%, lalu dolar Singapura 0,09% dan won Korea dan dolar Taiwan yang mebguat 0,06% dan 0,04%. Ringgit Malaysia masih menguat tipis 0,03% serta yuan offshore (CNH) yang naik 0,1%.
Rupiah pagi ini telah menjebol level support dan bergerak di kisaran support terkuat di Rp15.900/US$-Rp15.930/US$.
Bila rupiah kembali menjebol level support terkuat itu, mata uang Ibu Pertiwi bisa semakin tertekan ke 15.975 dan Rp16.000/US$.
Intervensi BI
Tekanan jual pemodal asing yang masih besar di pasar surat utang dan kini di pasar saham dan menyeret nilai tukar, mendorong BI terus melakukan intervensi.
Sepanjang tahun ini sampai 25 Maret lalu, BI telah SBN sebesar Rp33,5 triliun sehingga membawa posisi kepemilikan surat utang oleh BI mencapai Rp1.397,4 triliun.
Dalam tiga hari perdagangan pekan lalu, 25-27 Maret, kepemilikan asing di surat utang negara telah turun Rp8,9 triliun dibanding posisi akhir pekan sebelumnya.
Mengacu catatan Bank Indonesia, sepanjang tahun ini hingga data setelmen terakhir 27 Maret, pemodal asing mencatat posisi jual (net sell) di SBN hingga di angka Rp33,31 triliun. Pada saat yang sama, asing masih membukukan net buy di pasar saham senilai Rp28,9 triliun dan di Sertifikat Rupiah Bank Indonesia (SRBI) sebesar Rp20,05 triliun.
Pagi ini, imbal hasil SUN 2 tahun bergerak di 6,445%, sementara 10tahun semakin tinggi di 6,693%. Adapun IHSG juga tergerus turun 75 poin ke kisaran 7.212,78.
Dengan lanskap yang dihadapi oleh rupiah saat ini, terkepung aksi jual asing di pasar SBN dan saham, ditambah kenaikan permintaan dolar AS di pasar menyusul jadwal pembagian dividen korporasi, BI diperkirakan akan semakin gencar melakukan intervensi pada hari-hari mendatang.
Intervensi yang sudah masif beberapa waktu terakhir, terlihat baru dimulai dan bisa membawa posisi cadangan devisa RI semakin menipis di masa mendatang.
"Kami perkirakan intervensi valas besar-besaran akan terjadi pada bulan-bulan mendatang sejurus dengan kedatangan siklus tekanan pada rupiah," kata Head of Equity Research Bahana Sekuritas Satria Sambijantoro, dalam catatannya hari ini.
Memasuki April-Mei, permintaan dolar AS di pasar akan semakin besar sejurus dengan jadwal pembayaran dividen korporasi, kedatangan jadwal pembayaran utang luar negeri jatuh tempo, disusul peningkatan impor terdorong oleh kenaikan permintaan di puncak musim perayaan Idulfitri bulan depan. Impor BBM Pertamina biasanya meningkat, begitu juga impor barang konsumsi.
Meski kenaikan harga komoditas belakangan ini cukup tinggi, akan tetapi sepertinya belum cukup mengimbangi kenaikan permintaan dolar di pasar sehingga membuat rupiah tetap tertekan lonjakan permintaan dolar AS belakangan.
(rui/aji)