Sebagai tambahan, dalam dokumen resmi UNESCO berjudul “Pengakuan dan perayaan Idul Fitri dan Idul Adha di UNESCO” disebutkan inti dari keputusan untuk mengakui dan merayakan Idul Fitri dan Idul Adha di UNESCO adalah menandakan sebuah langkah signifikan untuk mengembangkan lingkungan yang saling menghormati, saling memahami, dan kerja sama di seluruh dunia.
Lebih lanjut, salah satu poin keputusan tersebut adalah meminta UNESCO untuk memastikan bahwa pada kedua hari besar keagamaan tersebut, UNESCO tidak akan akan diselenggarakan pertemuan resmi. Termasuk di Markas Besar UNESCO di Paris.
“Mengakui kepentingan budaya, sosial dan agama yang mendalam dari perayaan Idul Fitri dan Idul Adha, mengesahkan penetapan acara-acara tersebut, memastikan bahwa tidak ada pertemuan resmi di bawah ruang lingkupnya yang dijadwalkan selama periode tersebut, dan merekomendasikan agar semua entitas antar pemerintah UNESCO lainnya menahan diri untuk tidak menjadwalkan pertemuan resmi UNESCO selama periode tersebut,” tulis dokumen resmi UNESCO.
Selain Indonesia, disebutkan usulan tersebut dimasukkan kedalam agenda sidang Dewan Eksekutif ke-219 atas permintaan beberapa negara, yakni Aljazair, Bangladesh, Kolombia, Pantai Gading, Djibouti, Mesir, Yordania, Kuwait, Lebanon, Libya, Malaysia, Mali, Mauritania, Maroko, Oman, Filipina, Qatar, Rusia, Arab Saudi, Palestina, Sudan, Suriah, Tunisia, dan Yaman.
“Dengan mengakui perayaan-perayaan ini, UNESCO menegaskan kembali komitmennya yang teguh sebagai pendukung keanekaragaman budaya dan katalisator untuk membangun jembatan pemahaman di antara bangsa-bangsa,” tulis dokumen resmi UNESCO.
(azr/del)