Taufik memastikan tahapan EPC memang harus ditempuh sebelum pengumuman FID. Penyebabnya, data-data yang diperoleh dari EPC bakal dimasukan ke dalam FID untuk menilai keekonomian dari proyek tersebut.
“Memang harus [EPC dahulu]. Data dari EPC itu nanti untuk input ke keekonomiannya, untuk [menilai] keekonomian membuat FID,” ujarnya.
Tak Kena Sanksi
Selain itu, Taufik menegaskan bahwa KPI sejauh ini belum menambah mitra baru selain Rosneft, sebab raksasa migas asal Rusia itu memang masih berada di dalam kemitraan. Dengan demikian, perusahaan patungan (joint venture) antara kedua belah pihak memang masih berlaku.
Adapun, Taufik menggarisbawahi Rosneft bukan merupakan pihak yang mendapatkan sanksi secara perusahaan, sehingga JV masih berlaku.
Pascapengumuman FID, KPI dan Rosneft sebagai shareholder bakal mengetahui nilai keekonomian dari proyek Kilang Tuban.
“Nanti FID ada keekonomian, apa ini proyek ekonomis atau tidak ekonomis. Kalau ekonomis, kita duduk lagi sama shareholder, shareholdernya Pertamina sama Rosneft, duduk bersama lagi mau seperti apa?"
“Apakah mau full equity semua, apakah ada porsi untuk financing ke market, paralel kan financial modeling juga lagi dikerjakan.”
Sebelumnya, padahal, PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) menjanjikan keputusan investasi akhir atau FID Kilang Tuban diumumkan pada Maret 2024.
Kepastian FID Kilang Tuban ini akan menjadi penentu nasib megaproyek sektor hulu minyak dan gas bumi (migas) senilai Rp238,25 triliun tersebut. Kilang di Jawa Timur ini digadang-gadang sanggup memproduksi minyak hingga 300.000 barel/hari.
"Insyaallah Maret 2024 FID bisa kita dapatkan. Tentu harapannya dengan dukungan infrastruktur dan akses lahan kilang [yang mumpuni]," ujar Direktur Utama PT KPI Taufik Adityawarman di kompleks parlemen, Selasa (22/11/2023).
Sebelumya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan tengah mengupayakan untuk menjaga investasi Rosneft di Kilang Tuban.
Namun, Arifin mengakui tengah kesulitan dalam menjaga investasi dari raksasa migas asal Rusia itu, khususnya di tengah sanksi dari negara-negara Barat imbas invasi Negeri Beruang Merah itu terhadap Ukraina sejak awal 2022.
“Ya kita lagi upayakan, lagi susah ini. Susahnya kan Rusia tidak bisa jalan [karena sanksi]. Kalau kita jalan sama Rusia, kita dimusuhin,” ujar Arifin saat ditemui di kantornya, Jumat (22/3/2024).
Sementara ini, Kementerian ESDM tengah menjaga agar proyek Kilang Tuban yang menjadi PSN tersebut bisa berlanjut, di mana Indonesia bakal memprioritaskan untuk mengerjakan hal-hal mudah lebih dahulu.
Dalam proyek itu, KPI, sebagai Subholding Refining & Petrochemical PT Pertamina (Persero) pada awalnya direncanakan bakal bekerja sama dengan perusahaan asal Rusia, Rosneft Singapore Pte Ltd.
Namun, hingga kini Rosneft tidak kunjung memberi kepastian lantaran adanya sanksi dari negara-negara Barat imbas invasi Negeri Beruang Merah itu terhadap Ukraina sejak awal 2022; yang menyasar pada akses pendanaan, teknologi hingga jasa konstruksi kilang.
Mengutip laman Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP), proyek Kilang Tuban dirancang untuk produksi minyak hingga 300.000 barel/hari dan menelan nilai investasi Rp238,25 triliun, dengan Pertamina selaku penanggung jawab.
(dov/wdh)