Sedangkan saham-saham yang melemah dan menjadi top losers antara lain PT Golden Flower Tbk (POLU) yang jatuh 20,6%, PT Mitra Pack Tbk (PTMP) ambruk 20%, dan PT Distribusi Voucher Nusantara Tbk (DIVA) anjlok 19,5%.
Di sisi berseberangan dengan IHSG, Indeks saham utama Asia lainnya berhasil menguat. Shenzhen Comp. (China), SENSEX (India), Hang Seng (Hong Kong), Shanghai Composite (China), Ho Chi Minh Stock Index (Vietnam), dan CSI 300 (China), yang berhasil menguat dan menghijau dengan masing-masing 1,72%, 1,20%, 0,91%, 0,59%, 0,55%, dan 0,52%.
Semenata itu, TOPIX (Jepang), Nikkei 225 (Tokyo), Straits Times (Singapura), SETI (Thailand), KOSPI (Korea Selatan), IHSG (Indonesia), dan TW Weighted Index (Taiwan), terpangkas masing-masing, 1,73%, 1,46%, 0,85%, 0,82%, 0,34%, 0,29%, dan 0,27%.
Bursa Saham Asia dan IHSG gagal memanfaatkan momentum penguatan di Bursa Saham Amerika Serikat. Dini hari tadi waktu Indonesia, tiga indeks utama di Wall Street kompak ditutup menghijau.
Nasdaq Composite, S&P 500, Dow Jones Industrial Average, dan masing-masing naik 0,51%, 0,86%, dan 1,22%. Adapun S&P 500 tengah melaju di fase Bullish dengan keberhasilan mencetak kenaikan mencapai 25% sejak Oktober 2023 kemarin.
Sentimen yang mewarnai laju indeks hari ini adalah datang dari data GDP Price Index dan Core PCE Price Index Amerika Serikat nanti malam, waktu setempat. Mengantisipasi rilis data yang menjadi preferensi Bank Sentral Federal Reserve, yang bisa menjadi penentuan arah suku bunga acuan kedepannya.
“Kita harus melihat apakah inflasi cukup ‘Jinak’ atau belum untuk memperkirakan kemungkinan penurunan suku bunga,” kata Alex Turro, Senior Market Strategist di RJO Futures.
Seperti yang diwartakan Bloomberg News, perekonomian AS terus mengejutkan para pejabat dengan pertumbuhan yang tangguh, dan para pembuat kebijakan The Fed secara signifikan meningkatkan estimasi mereka untuk Produk Domestik Bruto tahun ini menjadi 2,1%, makin menguat dari sebelumnya 1,4% pada Desember. Perekrutan tenaga kerja juga tetap kuat, dan acuan inflasi telah melampaui ekspektasi para ekonom dalam beberapa bulan.
Komentar terbaru, Anggota Dewan Gubernur Federal Reserve Christopher Waller mengatakan, tidak perlu terburu-buru untuk melangsungkan pemangkasan suku bunga acuan, menekankan bahwa data ekonomi baru-baru ini terlihat akan ada penundaan, atau pengurangan jumlah pemangkasan yang terlihat tahun ini.
Waller menyebut angka inflasi baru-baru ini "Mengecewakan" dan mengatakan dia ingin melihat "Setidaknya beberapa bulan data inflasi yang lebih baik" sebelum melakukan pemangkasan.
Dia menunjuk pada ekonomi yang kuat dan perekrutan tenaga kerja yang solid sebagai alasan lebih lanjut mengapa The Fed memiliki ruang untuk menunggu untuk mendapatkan keyakinan bahwa inflasi berada di jalur yang berkelanjutan menuju target 2%.
"Dalam pandangan saya, adalah tepat untuk mengurangi jumlah pemangkasan suku bunga secara keseluruhan atau mendorongnya lebih jauh ke masa depan sebagai tanggapan terhadap data baru-baru ini," kata Waller dalam pidato yang telah dipersiapkan pada Rabu di depan Economic Club of New York yang berjudul There's Still No Rush.
Tim Research Phillip Sekuritas memaparkan, investor tengah mencerna sejumlah rilis data ekonomi AS untuk menentukan jalur kebijakan Bank Sentral AS (Federal Reserve/The Fed). Selain itu, investor juga melakukan penyesuaian (Rebalancing) pada portofolio mereka setelah reli di pasar saham tahun ini sudah melebihi US$4 triliun.
“Fokus perhatian investor minggu ini tentu tertuju pada rilis data Personal Consumption Expenditures (PCE) Price Index pada hari Jumat. Data ini mencakup juga data Core PCE Price Index yang merupakan indikator favorit Federal Reserve untuk mengukur inflasi,” mengutip riset harian Tim Research Phillip Sekuritas, Kamis.
(fad)