Fokus berikutnya kemungkinan adalah pembicaraan utang, yang menurut Fitch Ratings dapat berlarut-larut karena para kreditur berdebat terkait memasukkan pinjaman mata uang lokal dalam restrukturisasi. Pada bulan Desember, lembaga pemeringkat itu memangkas skor utang rupee, karena ada kemungkinan gagal bayar.
Menurut perkiraan IMF, negara ini diperkirakan memiliki utang luar negeri sekitar US$ 56 miliar (Rp 860 triliun), atau sekitar 75% dari produk domestik brutonya (GDP) tahun ini.
Obligasi dolar Sri Lanka yang jatuh tempo pada tahun 2030 turun untuk sesi ketiga berturut-turut menjadi sekitar 35 sen, menurut data harga indikatif yang dikumpulkan oleh Bloomberg. Utang itu tidak jauh berbeda dengan sebelum pengumuman IMF.
“Jalannya tidak mudah, tetapi berkat kerja keras dan dedikasi semua orang, kami berangsur pulih,” kata Menteri Luar Negeri Sri Lanka Ali Sabry dalam sebuah cuitan Twitter pada Senin (20/03/2023). Presiden Ranil Wickremesinghe juga memposting: “Kami berkomitmen untuk memberikan transparansi penuh dalam upaya kami mencapai tingkat utang yang berkelanjutan dan agenda reformasi kami. Program IMF sangat penting untuk mencapai visi ini.”
Perkembangan itu terjadi bertepatan dengan pembicaraan terkait pembebasan utang untuk negara-negara rentan lainnya seperti Zambia terhenti. Beberapa isu lainnya adalah ketidaksepakatan antara China, yang menjadi kreditur terbesar untuk negara berkembang, dan Amerika Serikat (AS) soal apakah pinjaman dari lembaga multilateral seperti Bank Dunia dapat direstrukturisasi.
“Kolaborasi yang erat antara Sri Lanka dan semua krediturnya akan sangat penting untuk mempercepat penanganan utang yang akan memulihkan keberlanjutan utang sesuai dengan parameter program,” kata IMF dalam pernyataannya.
Sebagai informasi, Sri Lanka gagal membayar utang luar negerinya pertama kali pada Mei 2022. Negara itu menangguhkan semua pembayaran terutangnya kepada pemegang obligasi dan kreditur bilateral. Sri Lanka memiliki rekam jejak yang panjang dengan IMF. Ia tercatat telah menerima 16 dana bantuan sejak 1960-an dengan yang terakhir pada 2016.
Dengan meredanya isu kekurangan pasokan, inflasi Sri Lanka agak mereda dan cadangan telah naik tipis menjadi US$2,2 miliar pada bulan Februari.
Sejak kesepakatan pinjamannya dengan IMF pada bulan September, Sri Lanka telah meningkatkan pajak, memotong subsidi energi, dan kembali ke rezim nilai tukar yang lebih fleksibel. Langkah-langkah itu dilakukan untuk memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh lembaga keuangan yang berbasis di Washington. Negara ini juga menaikkan biaya pinjaman tertinggi sejak Agustus 2001 untuk mengendalikan inflasi tercepat di Asia.
“Dengan masuknya pembiayaan eksternal, kami yakin persyaratan pinjaman dalam negeri pemerintah juga akan turun. Hal ini akan berdampak positif pada suku bunga domestik,” kata Udeeshan Jonas, kepala strategi di grup Capital Alliance, Kolombo.
Meski begitu, beberapa perubahan itu menimbulkan kekhawatiran. Beberapa organisasi masyarakat sipil (OMS) pada Senin (20/03/2023) mengirimkan surat kepada IMF yang menyampaikan kekhawatiran mereka atas dampak langkah penghematan terhadap penduduk, serta menyerukan transparansi yang lebih besar tentang bagaimana dana akan dicairkan.
Pemerintah awalnya mengantisipasi persetujuan dewan IMF keluar pada akhir tahun 2022. Tetapi, jaminan pembiayaan dari kreditor yang tertunda membuat mereka harus menyesuaikan kembali ekspektasinya. Awal bulan ini, China, yang merupakan kreditur bilateral terbesar Sri Lanka, mendukung upaya pemulihan utang negara setelah India dan Paris Club memberikan dukungan mereka.
Pencairan dana IMF biasanya didistribusikan di seluruh durasi program dan dilakukan berdasarkan tinjauan, sementara jumlah awal dikeluarkan setelah mendapatkan persetujuan dewan.
--Dengan asistensi dari Asantha Sirimanne dan Sydney Maki.
(bbn)