Dalam laporannya, ADRO sendiri mencatatkan nilai ekspor batu baranya sebesar US$700,48 juta sepanjang 2023 dengan tujuan India, atau menempati posisi ketiga dari negara tujuan ekspor terbesar perusahaan setelah China dan Malaysia.
Kemudian, emiten batu bara pelat merah BUMN, PT Bukit Asam Tbk (PTBA) juga mengatakan bahwa insiden itu tak serta-merta berdampak kepada kinerja ekspor perseroan.
Corporate Secretary PTBA Niko Chandra mengatakan, insiden itu sejatinya terjadi diwilayah pengapalan Amerika Utara, yang sedianya didomiasi oleh batu bara metalurgi.
"Insiden ini terjadi di wilayah jalur pengapalan Amerika Utara sehingga tidak berdampak pada kegiatan ekspor dari indonesia, khususnya perusahaan," kata Niko.
"Dampaknya akan minim terhadap perusahaan karena kualitas pasokan batubara yang berbeda," imbuhnya.
Sebelumnya, Ernie Thrasher, CEO Xcoal Energy & Resources LLC, memperkirakan bahwa insiden itu berpotensi menghalangi pengangkutan hingga 2,5 juta ton batu bara, berdasarkan laporan Bloomberg News.
Sejatinya, Baltimore mengirimkan kurang dari 2% dari pasokan batubara global yang diangkut melalui laut. Sehingga, runtuhnya jembatan hanya akan berdampak kecil pada harga global, kata Thrasher.
Namun, dia juga mengatakan bahwa batubara yang keluar dari Baltimore itu mencakup banyak batubara termal berkualitas rendah untuk Asia, khususnya India, yang digunakan untuk pembangkit listrik.
India sendiri tercatat sebagai salah satu negara yang mengonsumi batu bara termal terbesar dunia, setelah China.
Menurut pemerintah India, Baltimore mengirimkan sekitar 12 juta ton ke India tahun lalu, menurut catatan penelitian dari perusahaan analisis Energy Aspects. Itu berarti India mendapatkan sekitar 13% batubaranya melalui pelabuhan Baltimore.
(ibn/dhf)