“Kebijakan politik global bisa berubah drastis mengingat 50 populasi dunia sedang mengadakan pemilu termasuk di AS,” lanjutnya.
Selanjutnya, risiko kedua yang menjadi perhatian BI adalah digitalisasi keuangan. Menurutnya, digitalisasi keuangan meskipun memberikan inovasi kepada sistem keuangan namun tetap memunculkan risiko baru di sistem keuangan RI.
Menurut Juda, risiko-risiko yang dapat muncul dari digitalisasi keuangan merupakan suatu risiko yang baru dan masih belum dikenali sebelumnya. Seperti, pencurian data keuangan, manipulasi data transaksi keuangan, hingga perubahan aset keuangan.
“Untuk mengurangi dampak risiko cyber, kesadaran cyber serta investasi teknologi dan Sumber Daya Manusia (SDM) yang mampu menghadapi ancaman cyber dengan efektif. Kerja sama koordinasi lembaga keuangan regulator dan pihak terkait penting mengelola risiko cyber,” jelasnya.
Terakhir, Juda mengungkapkan risiko jangka menengah yang dihadapi sistem keuangan RI adalah perihal transisi ekonomi hijau. Dalam hal ini, ia menyebut berbagai risiko yang bisa terjadi berkaitan dengan kepatuhan suatu institusi dalam menjalankan aturan ekonomi hijau.
“Risiko yang dihadapi, pajak karbon debitur dalam perubahan pasar dan perubahan kebijakan ekonomi hijau. risiko reputasi apabila kebijakan-kebijakan terkait pengurangan emisi tidak dilakukan,” ungkapnya.
Dengan demikian, BI memiliki fokus untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan stabilitas sistem keuangan dengan terus menjaga momentum pertumbuhan ekonomi nasional. Untuk itu, BI terus melakukan kebijakan makroprudensial yang pro pertumbuhan ekonomi.
(azr/lav)