Bloomberg Technoz, Jakarta - Kalangan pakar penerbangan menilai pemerintah harus mengantisipasi risiko kenaikan harga tiket pesawat serta kemungkinan banyaknya rute yang bakal ditinggal maskapai, jika krisis gangguan pasok jet dari The Boeing Company dan Airbus SE berkepanjangan.
Pakar industri penerbangan Gatot Rahardjo mengatakan krisis Boeing —yang turut memengaruhi kapasitas pengiriman Airbus — akan berdampak langsung pada ketersediaan pesawat yang layak terbang atau airworthy.
“Artinya, kapasitas produksi maskapai penerbangan jadi terbatas dan kalau krisisnya berkepanjangan. Kapasitas produksi akan berkurang,” ujarnya saat dihubungi, Rabu (27/3/2024),
Sesuai hukum penawaran (produksi) dan permintaan, lanjut Gatot, manakala suplai turun, harga pun akan naik karena barang langka di pasar. Demikian halnya jika jumlah pesawat berkurang, dampaknya harga tiket akan mahal.
“Selain itu pesawat juga hanya akan diterbangkan ke rute-rute yang menguntungkan saja. Artinya, akan ada banyak rute yang tidak diterbangi,” tutur Gatot.

Untuk mengantisipasi hal tersebut, menurut Gatot, salah satunya mungkin pemerintah bisa membantu kesulitan maskapai.
Misalnya dengan memberi bantuan jaminan atau bantuan lembaga pendanaan, atau membantu negosiasi agar lebih mudah mendapatkan pesawat dan suku cadang.
“Antisipasi lain, mungkin harus mulai disiapkan moda transportasi lain seperti kereta, bus atau kapal laut sebagai substitusi transportasi,” ujarnya.
Rute Domestik
Dihubungi terpisah, pakar industri penerbangan Alvin Lie mengatakan, di tengah gangguan pengadaan pesawat baru dari Boeing dan Airbus, satu-satunya hal yang mungkin bisa dilakukan maskapai nasional adalah tetap mengoperasikan pesawat eksisting.
“Menggunakan pesawat yang ada sekarang tidak mahal, tetapi kurang efisien. Biaya-biaya operasi penerbangan terus naik. Gaji, sewa ruang dan fasilitas bandara, pelayanan navigasi, dan sebagainya [naik tarifnya]. Plus, harga minyak yang cenderung naik dan rupiah yang terus melemah [juga memberikan pengaruh],” ujarnya.
Di sisi lain, lanjutnya, gangguan pasok pesawat dari Boeing dan Airbus ke depan juga akan turut menambah beban bagi industri maskapai penerbangan nasional. Pada akhirnya, kenaikan harga tiket pun tidak dapat terhindarkan.
Permasalahannya, harga tiket yang kemungkinan bakal terdampak adalah untuk rute-rute domestik.
Dalam kaitan itu, Alvin menjelaskan harga tiket maskapai rute internasional tidak begitu terdampak karena selama ini sudah mengikuti mekanisme pasar dan menggunakan nilai tukar dolar AS.
“Harga tiket rute domestik sangat mungkin melonjak karena selama ini terus ditahan menteri perhubungan menggunakan tarif [batas atas] tahun 2019 yang sudah tidak realistis,” ujarnya.

Belum lama ini, sekumpulan maskapai raksasa global —mulai dari United Airlines Holdings Inc hingga Southwest Airlines Co, Delta Air Lines Inc, dan Alaska Air Group Inc — berbagi cerita serupa tentang bagaimana masalah Boeing memengaruhi bisnis mereka.
Mereka mengeluhkan risiko kekurangan pesawat yang seharusnya diagendakan untuk diterima pada 2024, gegara Boeing memperlambat produksinya. Kerawanan itu pun diproyeksi tidak hanya akan terjadi pada pada tahun ini saja.
Di sisi lain, untuk memesan dari Airbus pun tidaklah mudah karena pabrikan Eropa ini sudah kebanjiran pesanan untuk satu dekade ke depan.
(wdh)