Mengutip catatan World Gold Council, berikut adalah 10 negara produsen emas utama per 31 Desember 2022:
Namun sejauh catatan Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor emas Indonesia masih turun pada Februari. Ekspor logam mulia dan perhiasan/permata (HS 71) pada Februari bernilai US$ 448,2 juta. Anjlok 21,07% dibandingkan periode yang sama tahun lalu (year-on-year/yoy).
Dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm), ekspor HS 71 jatuh 20,32%. Sedangkan secara kumulatif Januari-Februari, ekspor HS 71 ambruk 26,76%.
Ini karena reli harga emas baru dimulai pada pertengahan Februari. Sepanjang Februari, rata-rata harga emas ada di US$ 2.054,99/troy ons. Sepanjang bulan ini, reratanya sudah mencapai US$ 2.159,29/troy ons.
Oleh karena itu, ada kemungkinan nilai ekspor HS 71 akan naik pada bulan ini. Indonesia diharapkan bisa menikmati keuntungan dari kenaikan harga emas.
Reli Bisa Berlanjut
Ke depan, reli harga emas kemungkinan masih akan berlanjut. Faktor pemicu utamanya adalah tren penurunan suku bunga acuan.
Mengutip Bloomberg News, Strategist Invesco Ltd Kathy Kriskey menyebut reli harga komoditas biasanya terjadi saat iklim suku bunga rendah.
“Semua orang berfokus kepada aset lain, tetapi kami melihat harga komoditas dalam 5 siklus pelonggaran moneter biasanya berkinerja baik. Fundamentalnya bagus. Saat orang-orang nyaman dengan situasi ekonomi, maka mereka akan meningkatkan belanja,” papar Kriskey.
Sementara riset Goldman Sachs menyatakan komoditas bisa memberikan keuntungan lebih dari 15% tahun ini. Biaya ekspansi yang lebih rendah seiring penurunan suku bunga, pemulihan aktivitas ekonomi, dan risiko geopolitik menjadi pendorongnya.
“Harga emas menuju US$ 2.300/troy ons adalah target teknikal yang masuk akal. Dalam waktu dekat, emas masih bisa menjalani skenario overshoot,” tegas Marcus Garvey, Head of Commodity Strategy di Macquarie Group Ltd.
(aji)