Bila Indonesia tidak mendapatkan kejelasan, kata Moshe, proyek itu maka berpotensi bakal terus menggantung.
Sanksi Barat
Selain itu, Moshe memahami saat ini terdapat konflik antara Rusia dan Ukraina, yang menyebabkan adanya sanksi dari negara-negara Barat kepada Rusia, tetapi hal tersebut tidak seharusnya membuat Indonesia khawatir dalam menggandeng Negeri Beruang Merah itu.
“Bukan Amerika Serikat yang bisa dikte kita. Tidak bisa didikte oleh negara lain hanya karena ada masalah dengan negara lain. Kita negara independen dan negara yang bersikap netral,” ujar Moshe.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif sebelumnya mengatakan tengah mengupayakan untuk menjaga investasi Rosneft Singapore Pte Ltd di proyek Kilang Tuban yang berlokasi di Jawa Timur.
Namun, Arifin mengatakan tengah kesulitan dalam menjaga investasi dari raksasa migas asal Rusia itu, khususnya di tengah sanksi dari negara-negara Barat imbas invasi Kremlin terhadap Ukraina sejak awal 2022.
“Ya kita lagi upayakan, lagi susah ini. Susahnya kan Rusia tidak bisa jalan [karena sanksi]. Kalau kita jalan sama Rusia, kita dimusuhin,” ujar Arifin saat ditemui di kantornya, Jumat (22/3/2024).
Sementara ini, Kementerian ESDM tengah menjaga agar proyek Kilang Tuban yang menjadi PSN tersebut bisa berlanjut, di mana Indonesia bakal memprioritaskan untuk mengerjakan hal-hal mudah lebih dahulu.
Namun, Arifin tidak memberikan penjelasan apakah keputusan investasi akhir atau final investment decision (FID) bakal tetap diumumkan pada Maret tahun ini, sesuai dengan target awal yang sebelumnya ditetapkan.
Adapun, PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) memastikan keputusan FID Rosneft di proyek strategis nasional (PSN) Kilang Tuban masih dalam proses.
Corporate Secretary PT KPI Hermansyah C. Nasroen enggan menjelaskan apakah FID bakal tetap diumumkan pada Maret tahun ini, sesuai dengan target awal yang sebelumnya ditetapkan.
“FID belum selesai, masih berproses. Ditunggu saja ya [untuk pengumuman FID-nya],” ujar Hermansyah saat dihubungi baru-baru ini.
Namun, Hermansyah memastikan bahwa PT Pertamina Rosneft Pengolahan dan Petrokimia (PRPP), sebagai anak usaha dari PT KPI, saat ini masih bersama dengan raksasa migas asal Rusia itu untuk pelaksanaan proyek GRR Tuban.
Mengutip laman Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP), proyek Kilang Tuban dirancang untuk produksi minyak hingga 300.000 barel/hari dan menelan nilai investasi Rp238,25 triliun, dengan Pertamina selaku penanggung jawab.
Proyek GRR Tuban sendiri pada awalnya didirikan sebagai antisipasi Indonesia dalam menghadapi krisis energi – khususnya kemampuan penyediaan bahan bakar minyak (BBM) – seiring dengan kenaikan konsumsi dari tahun ke tahun yang berbanding terbalik dengan produksi kilang di dalam negeri.
Kilang BBM yang ada di Indonesia dioperasikan oleh Pertamina dan hanya sanggup memproduksi 0,65 juta barel per hari, padahal kebutuhan domestik mencapai 1,18 juta barel per hari. Pertamina sendiri memprediksi pada 2030, permintaan BBM domestik menembus 1,65 juta barel per hari.
Dari latar belakang tersebut, pada 7 September 2015, Direktur Pengolahan Pertamina memulai inisiasi rencana pembangunan kilang baru di Tuban Jawa Timur melalui surat kepada Kementerian BUMN.
“Tuban dipilih mempertimbangkan pelbagai faktor baik aspek geografi maupun potensi di bidang ekonomi khususnya di Jawa Timur. Sejak 2016 dibentuklah kemitraan bersama antara Pertamina dengan perusahaan minyak dan gas internasional asal Rusia, Rosneft melalui skema joint venture,” papar PT Pertamina Rosneft Pengolahan dan PRPP dalam situs resminya.
(dov/wdh)