Sejumlah saham yang menguat tajam dan menjadi top gainers antara lain PT Indonesia Pondasi Raya Tbk (IDPR) yang melonjak 34,5%, PT Golden Flower Tbk (POLU) yang melesat 25%, dan PT Bali Towerindo Sentra Tbk (BALI) yang melejit 17,9%.
Kemudian saham-saham yang melemah dalam dan menjadi top losers di antaranya PT Wahana Interfood Nusantara Tbk (COCO) yang anjlok 25% PT Graha Layar Prima Tbk (BLTZ) yang jatuh 11,7%, dan PT Geoprima Solusi Tbk (GPSO) yang ambruk 11%.
Sementara indeks saham utama Asia lainnya justru kompak menapaki jalur hijau. Pada pukul 16.50 WIB, Ho Chi Minh Stock Index (Vietnam), Straits Times (Singapura), Hang Seng (Hong Kong), KOSPI (Korea Selatan), PSEI (Filipina), CSI 300 (China), SETI (Thailand), Shenzhen Comp. (China), Shanghai Composite (China), TOPIX (Jepang), KLCI (Malaysia), yang berhasil menguat dan menghijau dengan masing-masing 1,13%, 1,10%, 0,88%, 0,71%, 0,66%, 0,51%, 0,35%, 0,18%, 0,17%, 0,11%, dan 0,06%.
Sementara itu hanya Nikkei 225 (Tokyo) yang menemani IHSG di zona merah, dengan melemah 0,04%.
Bursa Saham Asia berseberangan arah dengan yang terjadi di Bursa Saham Amerika Serikat. Dini hari tadi waktu Indonesia, tiga indeks utama di Wall Street finis di zona merah. Nasdaq Composite, S&P 500, dan Dow Jones Industrial Average menutup perdagangan dengan pelemahan, dengan masing-masing turun 0,27%, 0,31%, dan 0,41% masing-masing.
Gerak yang melemah tersebut merupakan respons dari sikap ‘Waspada’ terhadap prakiraan Indeks Harga Pengeluaran Konsumsi Pribadi AS yang akan terbit di pekan ini, setelah sebelumnya inflasi AS menggambarkan tetap tinggi. Pada hari yang sama, Jerome Powell akan berbicara, yang akan memperlihatkan arah kebijakan suku bunga acuan kedepannya.
Seperti yang diwartakan Bloomberg News, Gubernur Federal Reserve Lisa Cook mengatakan, Bank Sentral Amerika Serikat (Federal Reserve/The Fed) harus mengambil pendekatan yang hati-hati dalam memangkas suku bunga untuk memberikan lebih banyak waktu bagi inflasi untuk melambat di beberapa segmen ekonomi.
Para pembuat kebijakan The Fed membiarkan suku bunga tidak berubah pada pertemuan mereka pekan lalu di level tertinggi dalam dua dekade, dan mempertahankan perkiraan mereka untuk tiga kali penurunan suku bunga tahun ini, jauh dari ekspektasi pasar sebelumnya yang mencapai empat kali.
"Jalur disinflasi, seperti yang diharapkan, telah bergelombang dan tidak merata, namun pendekatan yang hati-hati terhadap penyesuaian kebijakan lebih lanjut dapat memastikan bahwa inflasi akan kembali secara berkelanjutan ke 2% sambil berusaha mempertahankan pasar tenaga kerja yang kuat," kata Cook.
Tim Research Phillip Sekuritas menyebut, Investor merasa khawatir bahwa data inflasi (PCE Price Index) AS yang akan dirilis pekan ini akan merubah prospek penurunan suku bunga di AS.
Sementara itu, dari regional, Bank Sentral China baru-baru ini sekali lagi meningkatkan dukungan untuk mata uangnya. Perhitungan Bloomberg menunjukkan People's Bank of China menyuntikkan 40 miliar yuan (US$5,56 miliar) dalam operasi pasar terbuka.
"Ada beberapa pemulihan baru-baru ini namun belum memiliki banyak momentum pada saat ini," Katy Kaminski, Kepala Strategi Riset dan Manajer Portofolio di AlphaSimplex Group, katanya di Bloomberg Television.
"Kita perlu melihat intervensi yang berpotensi lebih kuat, dan lebih banyak tindakan lagi untuk benar-benar melihat tren itu menjadi lebih kuat ke arah atas di China,” tambahnya.
(fad/wep)