Selain itu kata di SB menurut laporan PPATK memiliki saham di PT BSI. Oleh karena itu Kemenkeu melakukan pengecekan terhadap PT BSI.
"PT BSI, kita meneliti PT BSI yang ada dalam surat PPATK. PT BSI ini data PPATK Rp 11,77 Triliun dan SPT pajaknya menunjukkan ini pajak 2017-2019, 3 tahun SPT pajaknya Rp 11,56 triliun. Jadi perbedaan Rp212 miliar itu pun tetap dikejar. Dan kalau memang buktinya nyata maka si perusahaan itu harus membayar plus denda 100%," lanjut dia.
Sri Mulyani menambahkan ada PT lainnya yakni inisial IKS untuk periode 2018-2019. PPATK menunjukkan data Rp 4,8 triliun terkait IKS namun temuan SPT Rp 3,5 triliun. Lalu ada inisial individu SY yang menurut data PPATK transaksinya hingga Rp 8 triliun namun SPT pajak hanya Rp 38 miliar. Perbedaan dalam hal angka-angka ini kata Sri Mulyani menjadi dasar bagi pihaknya melakukan penyelidikan.
Adapun penelusuran pada individu dan entitas tersebut dilakukan setelah Kementerian Keuangan dalam hal ini DJBC maupun DJP menerima surat bernomor SR/205/PR.01/V/2020 tanggal 19 Mei 2020 dan kemudian surat nomor SR/595/PR.01/X/2020 tentang 15 entitas perusahaan yang mencurigakan.
"Kemenkeu tak akan berhenti bahkan pro aktif minta PPATK menjalankan tugas menjaga keuangan negara. Sebagian suratsurat dari pak Ivan (Ivan Yustiavananda) ke kita sebetulnya itu adalah surat yang kami mintakan. Jadi kita yang aktif dan sebagian dari PPATK aktif menyampaikan kepada kami," tutup Sri Mulyani.
(ezr)