Belakangan Prabowo intens menemui Surya Paloh, ketua umum NasDem, beberapa waktu lalu. Pascapertemuan, Paloh giliran menyebut hak angket masih dalam kemungkinan 50:50. Sejauh ini hanya PKS yang tertangkap publik masih konsisten mendukung hak angket dimajukan.
Lili menilai, soliditas ini yang mungkin menjadi pertaruhan PDIP untuk berani menggulirkan hak angket. Hak konstitusional dewan itu butuh 2/3 dari anggota DPR.
"Tak cukup cuma PDIP," ujar Lili, Senin (25/3/2024).
Kedua, kata Lili, kemungkinan karena tidak cukup bukti dan adanya kesulitan untuk mengajukan hak angket mengenai siapa yang nanti diselidiki oleh timsus angket apakah Komisi Pemilihan Umum (KPU) atau presiden. Lalu yang diselidiki dan ditanyakan apakah pileg DPR dan DPRD, pileg DPD, atau Pilpres.
“Untuk menyelidiki semua itu butuh waktu yang lama, sementara sisa waktu jabatan presiden tidak lama sekitar kurang lebih enam bulan lagi,” kata Lili.
Faktor selanjutnya, lanjutnya, kemungkinan karena Presiden Jokowi dicalonkan dari PDIP membuat gamang karena bagaimana pun ada kaitannya dengan PDIP. Belum lagi, kata Lili, posisi Megawati yang nampaknya belum merestui penggunaan hak angket.
Lili menilai PDIP harus memilih untuk menjadi oposisi karena selama ini sikap dan pernyataan dianggap vokal dan kritis terhadap Pemilu 2024.
“[kalau] tiba-tiba bergabung menjadi bagian dari koalisi pendukung pemerintah akan menuai kekecewaan para pendukung PDIP. Ya bisa jadi juga nanti ditinggalkan pemilihnya,” tutur Lili.
Wacana hak angket berawal dari capres nomor urut 03, Ganjar Pranowo yang mendorong pemeriksaan terhadap pelaksanaan Pemilu 2024. Hal ini merujuk pada sejumlah dugaan pelanggaran, termasuk keterlibatan pemerintah dalam kontestasi politik tersebut.
Usulan ini kemudian mendapat respon dari paslon 01 dan partai politik dari koalisi perubahan. Akan tetapi, pada saat Rapat Paripurna pembukaan masa sidang IV tahun 2023-2024, hanya PDIP, PKS, dan PKB yang menyuarakan potensi pengajuan hak angket.
(mfd/ain)