“Ombudsman RI berpendapat, dalam memenuhi persyaratan izin IUBB, PT DFX telah menjalani semua rangkaian pemeriksaan dan telah memenuhi semua persyaratan dokumen sebagaimana ketentuan peraturan perundang-undangan perizinan IUBB,” katanya.
Ketiga, terkait berlarutnya proses perizinan IUBB menimbulkan kerugian. Ombudsman mencatat sejak DFX mengajukan IUBB hingga sekarangtelah terhitung 582 hari kerja atau lebih dari 2 tahun. Ombudsman menilai ada penundaan berlarut.
"Berlarutnya proses IUBB yang diajukan PT DFX menjadi bukti lambannya pelayanan birokrasi yang dilaksanakan oleh Bappebti, selaku pihak yang memiliki kewajiban dalam penyelenggaran pelayanan publik dalam perizinan bursa berjangka, sehingga menimbulkan kerugian secara materiil dan immateriil bagi pelapor," ungkap Yeka.
Akibatnya, DFX telah mengeluarkan biaya sebesar Rp 19 miliar sejak awal pengajuan perizinan pada 21 Desember 2020 hingga 19 Desember 2022.
Keempat, terkait transparansi dan akuntabilitas dalam proses permohonan IUBB PT DFX, Yeka mengatakan, Bappebti tidak transparan dan akuntabel dalam melakukan penilaian Fit and Proper Test terhadap jajaran direksi PT DFX. Pasalnya Bappebti tidak memberikan BAP Pemeriksaan sarana dan prasarana fisik PT DFX secara lengkap.
Kelima, kata Yeka, adanya penambahan persyaratan IUBB PT DFX di luar ketentuan peraturan perundang-undangan. Bappebti telah melakukan perbuatan penyalahgunaan wewenang dengan memberikan persyaratan tambahan berupa hak akses viewing.
Bappebti juga memberikan persyaratan tambahan kepada PT DFX untuk melakukan simulasi perdagangan dengan akun real dan perdagangan dengan sistem ISO 27001. Sementara, persyaratan tambahan tersebut tidak diatur dalam undang-undang.
Keenam, terkait kebutuhan ekosistem dan urgensi kehadiran bursa kripto untuk melindungi kepentingan masyarakat.
“Saya banyak sekali diperingatkan bahwa banyak sekali korban-korban yang berjatuhan terkait hal ini. Pemerintah harus memilih, kalau memang kripto dilarang, ya jangan dibuat regulasi kripto," ungkap Yeka.
"Tapi kalau kripto itu adalah untuk mencegah terjadinya korban, maka bursa ini merupakan ekosistem yang perlu dibangun untuk mencegah kerugian masyarakat,” katanya. Selain itu, Yeka mengatakan, pihaknya telah berkomunikasi dengan OJK, Bank Indonesia dan Kemenkeu terkait hal ini.
Atas maladministrasi tersebut, Yeka menyebut Ombudsman memberikan tindakan korektif pada Bappebti yaitu tidak membuat keputusan yang berlarut-larut dan tidak mempersulit proses permohonan IUBB yang diajukan oleh pelapor dan masyarakat umum lainnya.
“(Bappebti) memberikan tanggapan yang patut dan tidak salah kepada pelapor terkait permohonan informasi status permohonan IUBB, sebagaimana ketentuan sesuai Pasal 34 huruf l UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik,” jelasnya
Selain itu, Ombudsman juga meminta Bappebti untuk memberikan kepastian terhadap status IUBB yang dimohonkan oleh pelapor.
“Kami juga meminta Menteri Perdagangan untuk melakukan pembinaan terhadap Kepala Bappebti dan seluruh jajarannya agar layanan-layanan yang lama bisa segera diperbaiki. Terkait tindak lanjut dari tindakan korektif ini, Ombudsman memberikan waktu kepada Bappebti selama 30 hari,” ujar Yeka.
Meskipun demikian, Yeka berharap Kepala Bappebti tidak menunda pelaksanaan tindakan korektif dan dapat diselesaikan dalam 30 hari.
“Seandainya ini tidak bisa berjalan, maka Ombudsman akan mengeluarkan rekomendasi yang sifatnya wajib dijalankan dan akan dilaporkan ke Presiden dan DPR,” tutupnya.
(tar/wep)