Dalam kesempatan yang sama, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan bahwa dengan adanya kebijakan insentifnya ini, harga mobil listrik bisa turun hingga 32% dari harga jual sebelumnya.
"Secara akumulatif, insentif fiskal yang diberikan dari sisi perpajakan selama masa pakainya akan mencapai 32% dari harga jual untuk mobil listrik, " kata Sri Mulyani.
Sri Mulyani membeberkan insentif terhadap perusahaan yang menunjang produksi kendaraan listrik, yakni berupa pembebasan pajak atau tax holiday selama 20 tahun. Hal ini telah sesuai dengan nilai investasi untuk industri logam dasar hulu besi baja, termasuk smelter nikel dan produksi baterai.
Lalu, super deduction tax hingga 300% untuk biaya pengembangan dan penelitian bidang pembangkit tenaga listrik dan baterai listrik. Kemudian, pembebasan pajak pertambahan nilai (PPn) atas barang tambang (termasuk bijih nikel sebagai bahan baku baterai).
Untuk impor dan perolehan barang modal untuk pabrik industri kendaraan bermotor juga dibebaskan dalam PPn. Selanjutnya, PPnBM mobil listrik dalam negeri dengan Kemenperin 0%, dibandingkan kendaraan lain 15%.
Kemudian, ada pembebasan tarif bea masuk untuk impor kendaraan listrik dalam kondisi tidak utuh atau incompletely knocked down (IKD), pembebasan bea masuk kendaraan yang diimpor langsung dengan komponen lengkap tapi belum dirakit (completely knock down/CKD), pengurangan bea balik nama kendaraan bermotor, hingga insentif pajak kendaraan bermotor (PKB) berbasis listrik, mencapai 90%.
"Insentif yang diberikan dari sisi fiskal (ini) untuk memperkuat sistem KBLBB," kata dia. Menkeu mengatakan bahwa insentif penting diterapkan sehingga dapat mengakselerasi pertumbuhan investasi di dalam negeri terkait kendaraan listrik.
Sejauh ini, mobil listrik yang berhak mendapat subsidi yakni merek Wuling Air EV dan Hyundai Ioniq 5. Sementara untuk perusahaan bus listrik kandidatnya ada empat, yakni; Kendaraan Listrik Indonesia, MAB, Inka, dan Bakrie.
(ibn/ezr)