Melihat sinyal dari pasar offshore di New York pekan lalu, rupiah semula diprediksi akan langsung meluncur lemah ke kisaran Rp15.800-an/US$, terutama akibat tekanan jual surat utang (SBN) dari pasar domestik yang masih tinggi. Selain karena faktor global dan sentimen regional dari yuan China yang terjatuh nilainya pekan lalu.
Pagi ini, PBOC merilis kurs yuan di 7,0996 per dolar AS, lebih kuat dibandingkan level hari Jumat lalu di 7,1004 per dolar AS. Level fixing PBOC itu jauh lebih kuat dibanding prediksi pasar yang memperkirakan fixing rate yuan di 7,222 per dolar AS. Pada Jumat pekan lalu, mata yang Asia terseret melemah salah satunya akibat kejatuhan yuan.
Sampai pagi ini, yuan China diperdagangkan menguat 0,46%, begitu juga yuan offshore yang menguat 0,56% dan dolar Hong Kong naik tipis 0,02%.
Pagi ini, kontrak NDF rupiah 1 bulan memang bergerak lebih kuat tapi masih di kisaran Rp15.800/US$. Sedang NDF 1 minggu bahkan sudah bergerak menguat ke Rp15.788, setelah sebelumnya terperosok di Rp15.810/US$. Ada indikasi BI sudah masuk ke pasar DNDF juga ke spot market pagi ini. BI juga diperkirakan masuk mengintervensi pasar surat utang dalam skala besar agar tekanan jual bisa termoderas dan menahan imbal hasil SBN.
"Ada potensi depresiasi rupiah berlanjut menuju rentang Rp15.800-Rp15.900/US$ di mana hal itu berpotensi mendorong BI kembali melakukan intervensi dalam skala besar, yang dapat menahan yield 10Y INDOGB dan INDON pada rentang masing-masing di 6,60-6,70% dan 5,00-5,10%," kata tim Macroeconomic and Fixed Income Research Mega Capital Sekuritas, Lionel Prayadi dan Nanda P. Rahmawati dalam catatannya, pagi ini.
Arus keluar modal asing (capital outflow) dari pasar keuangan domestik masih terus berlanjut terutama di pasar pendapatan tetap. Pada pekan lalu, pemodal asing mencatat nilai jual bersih sebesar Rp6,68 triliun dari pasar keuangan Indonesia, menurut laporan Bank Indonesia, hingga transaksi pada 21 Maret.
Pemodal asing terutama menjual surat utang dengan nilai penjualan bersih mencapai Rp8,2 triliun selama periode 18-21 Maret lalu. Bukan hanya surat utang negara yang dilepas pemodal asing. Investor global juga melepas instrumen moneter Sertifikat Rupiah BI (SRBI) pada periode yang sama sebesar Rp250 miliar.
Sepanjang tahun ini hingga data setelmen 21 Maret, nonresiden mencatat penjualan neto di surat utang negara senilai Rp24,92 triliun. Sedang di pasar saham dan SRBI, asing masih mencatat net buy masing-masing sebesar Rp27,93 triliun dan Rp21,93 triliun.
Tekanan jual di pasar keuangan domestik terutama di instrumen fixed income juga terjadi di tengah kenaikan risiko investasi di Indonesia. Pada Jumat lalu, premi Credit Default Swap (CDS) 10 tahun hingga 5,35% menjadi 124,6, menjadi level tertinggi setidakny sejak awal Maret lalu.
Sementara CDS tenor 5 tahun naik 0,33% jadi 71,32 dan tenor 2 tahun naik 0,09% jadi 33,94. Kenaikan premi risiko itu berarti risiko berinvestasi di Indonesia dinilai semakin tinggi sehingga para investor meminta harga/premium lebih besar sebagai trade-off.
(rui)