Adapun, Commercial Aircraft Corporation of China Ltd (Comac) adalah produsen pesawat udara milik negara China yang didirikan pada 11 Mei 2008 di Shanghai. Kantor pusatnya berada di Pudong, Shanghai.
“Sebenarnya untuk sewa pesawat dan beli suku cadang itu masih ada [pemasoknya], tetapi sekarang sistemnya harus bayar di muka. Istilahnya ‘ada uang ada barang’. Harganya mahal, tetapi kalau memang mau beli, maskapai nasional harus bisa menyediakan uangnya dahulu,” jelas Gatot.
Untuk itu, dia menilai pemerintah harus bisa memberikan solusi alternatif bagi maskapai nasional di tengah isu kesulitan mencari pasok pesawat dari Boeing dan Airbus.
Misalnya, kata Gatot, melalui skema lembaga pembiayaan dalam negeri untuk membantu maskapai membeli suku cadang atau menyewa pesawat.
"Mungkin alternatifnya bisa dibantu pemerintah melalui skema lembaga pembiayaan dalam negeri untuk membantu para maskapai membeli sparepart atau menyewa pesawat."
Dihubungi secara terpisah, pakar penerbangan Alvin Lie juga menilai pesawat yang mengalami gangguan pasok dari Boeing dan Airbus saat ini adalah jenis jet lorong tunggal keluarga A320 dan 737. Adapun, tipe pesawat lorong ganda tidak terdampak.
“Solusinya tetap gunakan pesawat yang ada hingga mendapatkan giliran pesawat baru, atau gunakan pesawat alternatif Embraer 195-E2 yang kapasitasnya lebih kecil daripada B737 & A320. Atau bisa juga menggunakan Comac C-919, [tetapi pesawat Comac] belum siap untuk melayani pasar di luar China,” kata Alvin.
Optimalkan Rute
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) sebelumnya menyarankan maskapai penerbangan di Indonesia untuk melakukan optimalisasi rute penerbangan, sebagai langkah antisipasi meluasnya krisis kepercayaan dan terlambatnya produksi Boeing, serta penuhnya antrean permintaan di Airbus.
"Untuk saat ini kami mengoptimalkan pesawat yang ada dengan melakukan pengelolaan rute yang seoptimal mungkin untuk dapat menangkap demand penumpang di Indonesia," jelas Juru Bicara Kemenhub Adita Irawati kepada Bloomberg Technoz, Jumat (22/4/2024).
Menurut dia, isu keselamatan pada Pesawat Boeing turut berdampak pada industri penerbangan di Indonesia. Salah satunya, kata dia, sejumlah maskapai mulai mengalami kesulitan mendapatkan suplai dan suku cadang Boeing.
Kemenhub juga akan membahas bersama dengan sejumlah kementerian, lembaga negara, dan maskapai tentang dampak jangka menengah dan jangka panjang dari isu Boeing. Hal ini berkaitan dengan potensi pemberian insentif atau fasilitas kepada maskapai.
"Harus dibahas bersama, tidak bisa diputuskan sendiri oleh Kemenhub," ujar Adita.
Untuk diketahui, krisis kepercayaan terhadap Boeing —yang berawal dari insiden pintu Alaska Air — kian meluas di industri maskapai penerbangan dunia yang menjadi pelanggan pesawat jet dari pabrikan AS tersebut.
Belum lama ini, maskapai raksasa global —mulai dari United Airlines Holdings Inc hingga Southwest Airlines Co, Delta Air Lines Inc, dan Alaska Air Group Inc — berkumpul dan berbagi cerita serupa tentang bagaimana masalah Boeing memengaruhi bisnis mereka.
Mereka mengeluhkan risiko kekurangan pesawat yang seharusnya diagendakan untuk diterima pada 2024, gegara Boeing memperlambat produksinya. Kerawanan itu pun diproyeksi tidak hanya akan terjadi pada pada tahun ini saja.
Pada acara investor JPMorgan, Chief Executive Officer United Scott Kirby mengatakan bahwa dia bahkan telah meminta Boeing untuk berhenti memproduksi jet 737 Max 10 untuk maskapai tersebut karena batas waktu untuk sertifikasi varian terbesar jet lorong tunggal telah menjadi sangat sulit dan tidak pasti.
Adapun, Southwest mengaku pesimistis akan menerima satu pun pesawat 737 Max 7 yang telah lama ditunggu-tunggu tahun ini, dan hanya akan menerima 46 model Max 8. Sebelumnya, maskapai ini berharap akan menerima 79 pesawat pada 2024.
Southwest akhirnya terpaksa mengurangi kapasitas penumpang pada 2024 dan memangkas sebagian besar perekrutan —termasuk 50% lebih sedikit pilot dan 60% lebih sedikit pramugari — seiring dengan peninjauan ulang rencana pengeluarannya, sebagai respons terhadap gangguan pengiriman dari Boeing.
Teranyar, Korean Air Lines Co hampir mencapai kesepakatan signifikan untuk memesan jet berbadan lebar Airbus SE, alih-alih melanjutkan pesanan ke Boeing.
Korean Air berencana membeli sekitar 20 jet A350. Maskapai ini juga mempertimbangkan untuk menambah pesawat lorong tunggal Airbus A321neo, setelah melakukan evaluasi terhadap Boeing Co 777X.
Di Australia, Virgin Australia Airlines Pty Ltd juga telah menunda rencana untuk menerima pesawat baru dari Boeing, buntut dari masalah produksi. Maskapai tersebut memberitahu staf pada Jumat pekan lalu bahwa 31 pesawat Max dari Boeing yang mereka pesan tidak akan tiba sesuai jadwal.
Di India, IndiGo sedang menjajaki pembelian pesawat berbadan lebar. Maskapai penerbangan berbiaya hemat terbesar di Asia ini dikabarkan melakukan pemesanan sekitar 30 pesawat Airbus SE A350 yang muncul sebagai pilihan yang paling memungkinkan, di tengah krisis Boeing.
(wdh)