Tekanan di pasar surat utang terlihat masih dibebani kekhawatiran atas risiko fiskal pemerintahan baru nanti setelah Prabowo Subianto dinyatakan sebagai pemenang pilpres sesuai hasil hitung resmi suara oleh Komisi Pemilihan Umum. Pada saat yang sama, muncul ketidakpastian terkait gugatan sengketa pilpres yang dilayangkan oleh dua kandidat paslon lain yaitu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD ke Mahkamah Konstitusi.
Fund manager asal Inggris, Schroder Indonesia, melihat kebijakan-kebijakan yang diusung oleh Prabowo sejauh ini memang terlihat lebih menguntungkan pasar saham ketimbang surat utang.
Arus beli asing ke saham di bursa domestik akan terus meningkat, sementara penjualan surat utang yang sudah berlangsung masif sejak 14 Februari lalu senilai lebih dari US$1,1 miliar sejauh ini, diprediksi masih akan terus berlanjut. Setidaknya sampai pelaku pasar mendapatkan gambaran akan selebar apa defisit fiskal APBN nanti pada pemerintahan baru.
Namun, sentimen negatif sengketa pilpres diprediksi akan terbatas. "Saya kira hal ini [sengketa pilpres] tidak fundamental, struktural dan tidak akan terlalu berdampak besar pada pasar karena hasilnya sudah cukup jelas. Selain itu, kesenjangan kemenangan presiden terpilih dengan kandidat lain cukup signifikan," kata Irawanti, Chief Investment Officer Schroder Indonesia dalam wawancara bersama Bloomberg TV, Jumat (22/3/2024)
Protes atau unjuk rasa seputar hasil pilpres akan terjadi. Namun, ia tidak menilai akan ada perubahan pada hasil pemilu. Bagi investor ke depan yang kini ditunggu adalah nama-nama yang akan mengisi kabinet di bawah Prabowo.
Pernyataan hawkish
Indeks saham di Wall Street pada akhir pekan lalu mengakhiri reli, ditutup melemah kecuali untuk saham-saham teknologi. S&P 500 dan indeks Dow Jones masing-masing ditutup turun 0,14% dan 0,77%. Sementara indeks Nasdaq masih mencatat return positif 0,16%. Wall Street akhiri reli saham setelah mencetak rekor kenaikan 10% sejak awal tahun sejauh ini.
Sementara imbal hasil surat utang AS, Treasury, justru mencetak reli harga dengan para pemodal global beramai-ramai menyerbu dolar AS, flight to quality, pasca kejatuhan nilai yuan China dan penurunan bunga acuan bank sentral Swiss yang tak terduga.
Imbal hasil Treasury ditutup turun di semua tenor. UST 2Y turun 4,7 bps ke 4,589%. UST-10Y turun 6,9 bps ke 4,198%. Tenor menengah 5Y dan 7Y lebih dalam penurunannya 7,1 bps dan 7,3 bps menutup pekan.
Torehan kinerja pasar keuangan AS itu terjadi sebelum pernyataan bernada hawkish dari Gubernur Federal Reserve Atlanta Raphael Bostic. Bostic bilang, dia kini memproyeksikan penurunan suku bunga acuan The Fed hanya satu kali tahun ini.
Pernyataan ini menjadi yang terbaru setelah dalam kesempatan sebelumnya, ia menyatakan akan menjadi hal yang memadai bagi The Fed turunkan dua kali suku bunga acuan tahun ini di mana yang terdekat akan dilakukan pada Juni nanti.
"Ini adalah keputusan terdekat. Kami harus melihat lagi bagaimana data ekonomi akan bicara beberapa pekan ke depan," katanya.
Perubahan proyeksi Bostic itu dilatarbelakangi oleh data inflasi terakhir yang lebih kuat yang akan mempengaruhi inflasi PCE, acuan yang dilihat oleh The Fed, diprediksi akan memperlihatkan kenaikan. Data inflasi PCE akan dirilis pada Jumat pekan ini.
Analisis teknikal
Secara teknikal nilai rupiah masih akan berpotensi melemah dengan target kontraksi terdekat menuju Rp15.800-Rp15.840/US$. Level support terendah selanjutnya berpotensi tertahan di Rp15.880/US$.
Melihat tren sepekan ke depan, rupiah masih berpotensi membentuk Lower Low, terkonfirmasi break support indikator MA-50 dan MA-100 ke Rp15.850/US$.
Sementara bila hari ini rupiah memberi indikasi penguatan, resistance potensial selanjutnya dapat menuju Rp15.750/S$, sementara kisaran gerak rupiah dalam tren menguat di antara Rp15.710-Rp15.670/US$.
(rui)