Pengibaran bendera pelangi telah menjadi titik api di kalangan kaum konservatif sosial sejak beberapa kedutaan mulai mengibarkan bendera tersebut selama pemerintahan Presiden dari Parti Demokrat, Barack Obama. Presiden dari Partai Republik Donald Trump melarang mengibarkan bendera tersebut di kedutaan AS. Pemerintahan Biden kemudian membatalkan larangan itu tak lama setelah menjabat.
Beberapa kelompok konservatif telah mengkritik pengibaran bendera pelangi dan bendera Black Lives Matter — yang juga akan dilarang oleh ketentuan tersebut — karena dianggap memecah belah secara politik.
Menurut sumber, Partai Republik bersorak ketika Johnson mengumumkan larangan tersebut dalam pertemuan tertutup.
Seorang anggota Partai Demokrat yang tahu kesepakatan pendanaan mengatakan ketentuan tersebut melarang pemajangan bendera apa pun selain bendera AS yang disetujui, sehingga juga akan mencegah kedutaan mengibarkan bendera Konfederasi atau "Make America Great Again" yang bertema Trump. Tidak ada larangan terhadap penggunaan pribadi bendera pelangi oleh pejabat kedutaan.
Ketentuan tersebut memberikan pengecualian yang memperbolehkan kedutaan mengibarkan bendera yang memperingati tawanan perang atau sandera, serta bendera tahanan yang ditahan secara tidak benar.
Larangan terhadap bendera yang tidak disetujui hanya akan berlaku selama masa berlakunya kesepakatan pendanaan, yang berakhir pada 30 September.
Anggota DPR Republik Jeff Duncan dari Carolina Selatan, yang secara teratur mengajukan undang-undang untuk menghentikan pemajangan bendera non-AS di kedutaan, mengatakan dia mengambil alih tindakan tersebut setelah mengetahui sebuah kedutaan di Amerika Selatan memajang bendera pelangi. Duncan menamai undang-undangnya dengan "Old Glory Only Act."
(bbn)