Apalagi, sebelumnya Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengestimasikan penerimaan negara dari selisih harga yang timbul imbas kebijakan HGBT mencapai US$1 miliar atau sekitar Rp15,6 triliun (kurs saat ini).
Sebelumnya, Arifin juga mengatakan belum ada keputusan terbaru ihwal kelanjutan harga gas bumi tertentu (HGBT) sebesar US$6 per MMBTU kepada tujuh industri setelah 2024.
Keputusan tersebut belum tercapai lantaran Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita tidak menghadiri rapat koordinasi bersama dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto pada hari ini, Jumat (22/3/2024).
Adapun, kehadiran Kemenperin diwakili oleh Direktur Jenderal Industri Logam Mesin Alat Transportasi dan Elektronika Kementerian Perindustrian Taufiek Bawazier.
“Belum ada keputusan, yang membawa hitungan [Menteri Perindustrian Agus Gumiwang] belum datang tadi,” ujar Arifin saat ditemui di kantornya, Jumat (22/3/2024).
Sementara, Taufiek selaku perwakilan Kemenperin berharap kebijakan HGBT bakal berlanjut setelah 2024. Selain itu, dirinya juga berharap bahwa terdapat perluasan industri yang menerima HGBT tersebut.
Kebijakan HGBT sedianya tertuang dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Kepmen ESDM) Nomor 91/2023. Lalu, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 121/2020 tentang Penetapan Harga Gas Bumi.
HGBT ditentukan serendah US$6/MMBtu untuk 7 sektor industri yang mencakup industri pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet, yang berlaku hingga pengujung tahun ini.
(dov/spt)