Gugatan tersebut menuduh Apple telah menggunakan kekuasaannya atas distribusi aplikasi di iPhone untuk menggagalkan sebuah inovasi yang akan memudahkan konsumen untuk berpindah ponsel. Perusahaan ini menolak mendukung aplikasi pesan lintas platform, membatasi dompet digital pihak ketiga dan jam tangan pintar non-Apple, serta memblokir layanan streaming cloud seluler.
"Kasus ini bertujuan membebaskan pasar smartphone dari perilaku anti-persaingan dan eksklusif Apple dan memulihkan persaingan untuk menurunkan harga smartphone bagi konsumen, mengurangi biaya untuk pengembang, dan mempertahankan inovasi untuk masa depan," menurut gugatan tersebut, yang mengupayakan perubahan dalam praktik Apple.
'Preseden Berbahaya'
Jaksa Agung AS Merrick Garland mengatakan pada jumpa pers bahwa Apple telah "mengkonsolidasikan kekuatan monopolinya bukan dengan membuat produknya sendiri lebih baik tetapi dengan membuat produk lain lebih buruk."
Perusahaan tersebut mengatakan gugatan itu "salah pada fakta dan hukum." Apple memperingatkan bahwa itu akan "menjadi preseden berbahaya, memberdayakan pemerintah untuk mengambil kendali besar dalam mendesain teknologi masyarakat" dan berjanji "dengan sekuat tenaga membela diri."
"Di Apple, kami berinovasi setiap hari untuk membuat teknologi yang disukai orang - mendesain produk yang bekerja sama dengan mulus, melindungi privasi dan keamanan pengguna, dan menciptakan pengalaman ajaib bagi pengguna kami," kata perusahaan itu dalam sebuah pernyataan. "Gugatan ini mengancam siapa kami dan prinsip-prinsip yang membuat produk Apple berbeda di pasar yang sangat kompetitif."
Apple baru-baru ini menambahkan dukungan untuk layanan game berbasis cloud dan mengatakan akan menambahkan pesan lintas platform RCS akhir tahun ini.
Kelompok jaksa agung tersebut termasuk dari California, New Jersey dan Washington, DC.
Sementara itu, menurut laporan Bloomberg pada Kamis, meskipun Apple telah membuat beberapa perubahan pada kebijakan App Store di Eropa untuk mematuhi Digital Markets Act, Apple dan Google akan menghadapi penyelidikan besar-besaran dari Uni Eropa atas kepatuhan mereka dalam beberapa hari mendatang.
Penyelidikan AS dilakukan meskipun Apple yang berbasis di Cupertino, California telah mengumumkan sebelumnya bahwa mereka akan mengizinkan pengguna di Eropa untuk mengunduh aplikasi iPhone dari web, mengizinkan pengembang menawarkan diskon di luar App Store, dan mengizinkan pasar pihak ketiga untuk menjual aplikasi.
Departemen Kehakiman di bawah pemerintahan Trump membuka penyelidikan antimonopoli terhadap Apple pada tahun 2019. Investigasi DPR pada 2020 terhadap empat raksasa teknologi menemukan bahwa Apple beroperasi sebagai monopoli dalam distribusi perangkat lunak di iPhone, menghasilkan keuntungan besar dari komisi hingga 30% yang dibebankan kepada pengembang.
Pada 2020, Epic Games Inc, pembuat video game online populer Fortnite, menggugat Apple atas App Store-nya. Seorang hakim federal menemukan kebijakan App Store tidak melanggar undang-undang antimonopoli federal tetapi melanggar undang-undang negara bagian California.
Setelah gugatan tersebut, Apple mengatakan pada Januari bahwa mereka akan mengizinkan pengembang di AS untuk menggunakan sistem pembayaran alternatif, tetapi mengenakan biaya yang lebih rendah sebesar 27% untuk sebagian besar pembelian digital atau 12% untuk langganan. Epic menentang perubahan tersebut, mengatakan perubahan itu tidak memadai.
Pada Rabu (20/03/2024), Microsoft Corp, Meta Platforms Inc dan X Corp, perusahaan yang sebelumnya dikenal sebagai Twitter, juga mengkritik perubahan yang diusulkan Apple. Mereka mengatakan pembuat iPhone tersebut telah memberlakukan batasan memberatkan pada tautan ke sistem pembayaran alternatif.
Tantangan Antimonopoli Terbaru untuk Apple
Gugatan AS ini adalah yang terbaru dalam serangkaian kasus antimonopoli yang menantang raksasa teknologi tersebut. Awal bulan ini, Uni Eropa mendenda Apple €1,8 miliar karena menutup layanan musik pesaingnya di iPhone. Apple mengajukan banding atas denda tersebut.
Minggu lalu, perusahaan itu membalikkan keputusan dan mengatakan akan memulihkan akun pengembang Epic, memungkinkan pembuat Fortnite itu untuk membangun toko aplikasi UE sendiri, yang dapat bersaing dengan toko aplikasi milik Apple. Hal itu terjadi sehari setelah regulator Brussel mempertanyakan keputusan Apple untuk melarang Epic dan meningkatkan kemungkinan denda lebih lanjut untuk pembuat iPhone tersebut.
Kasus terbaru ini menandai ketiga kalinya Departemen Kehakiman menggugat Apple atas pelanggaran antimonopoli dalam 14 tahun terakhir. Pada 2010, perusahaan tersebut setuju untuk menyelesaikan tuduhan bahwa mereka secara ilegal sepakat untuk tidak merebut karyawan dari Google, Adobe Inc, atau Pixar milik Walt Disney Co.
Dua tahun kemudian, Departemen Kehakiman menggugat Apple dan penerbit buku karena secara ilegal menetapkan harga e-book yang dijual di iPad. Setelah Departemen Kehakiman menang di persidangan, Apple dipaksa untuk menerima pengawasan dan menerapkan kebijakan serta pelatihan untuk meningkatkan kepatuhannya terhadap undang-undang antimonopoli.
Asisten Jaksa Agung untuk Antitrust Jonathan Kanter mengatakan pada Kamis bahwa gugatan Departemen Kehakiman berbeda dari tuntutan hukum sebelumnya terhadap Apple. Dengan alasan bahwa perusahaan tersebut telah terlibat dalam perilaku yang disengaja selama satu dekade untuk mempertahankan dan memperluas monopoli iPhone-nya. Dia juga menolak klaim bahwa kasus tersebut akan merusak privasi dan keamanan konsumen di smartphone.
"Perilaku Apple telah membuat ekosistemnya kurang privat dan kurang aman," kata Kanter dalam jumpa pers.
(bbn)