Dalam kaitan itu, Yudi memastikan draf pokok peraturan dalam pelaksanaannya sebagai penjamin asuransi polis itu nantinya akan mengakomodir keamanan dalam program asuransi ke depan.
Setidaknya, beleid nantinya akan mengatur terkait iuran awal kepesertaan serta iuran berkala penjaminan. Selain itu, lini usaha tertentu yang menjadi objek penjaminan, kriteria persyaratan tingkat tertentu dan ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan likuidasi perusahaan asuransi.
Aturan prasyarat itu juga nantinya bakal mewajibkan perusahaan asuransi untuk memenuhi kriteria tingkat kesehatan tertentu yang mengacu pada ketentuan OJK, seperti rasio risk based capital (RBC), tingkat kesehatan komposit, status pengawasan, dan tidak dalam sanksi dari OJK.
"Pasti perusahaan asuransi ingin ikut program penjaminan karena kalau yang enggak ikut, clear, masyarakat bisa melihat atau menilai secara langsung atau tidak langsung bahwa manajemennya nggak bagus. Kalau dia enggak masuk itu, kalau hitungan saya sebagai ekonom ya tinggal tunggu matinya." ujarnya.
"Jadi ini bukan untuk membunuh langsung perusahaan-perusahaan yang tidak hanya sekarang kurang baik performanya, tapi untuk memacu mereka supaya memperbaiki diri sehingga 2028 mereka bisa dianggap perusahaan asuransi yang sehat."
Persiapan manajemen sumber daya
Selain itu, kata Purbaya, saat ini LPS juga tengah melakukan persiapan pemenuhan sumber daya manusia, berikut dengan kompetensi untuk menunjang pelaksanaan PPP dengan melakukan pembekalan kepada karyawan.
Kemudian, LPS juga telah melakukan perubahan organisasi di antaranya dengan menambahkan posisi satu orang Dewan Komisioner yang membidangi PPP dan mengisi SDM untuk organisasi terkait PPP.
LPS pun juga telah resmi menjadi anggota penuh International Forum of Insurance Guarantee Scheme (IFIGS), sebuah organisasi internasional yang beranggotakan 25 penjamin asuransi dari sebanyak 22 negara.
"Ini dapat memudahkan untuk kita dapat informasi dan sahring pengalaman dari pelaksanaan penjaminan asuransi dari negara-negara lain."
(ibn/lav)