Menurut Paloh, jika pun Partai Nasdem mendorong hak angket, hal itu hanya bentuk dukungan terhadap hak anggota dewan dari partai politik yang mengajukan. Bukan sebuah keputusan dan kesadaran Partai Nasdem untuk memeriksa jalannya Pemilu 2024.
“Persatuan nasional di atas kepentingan pemilu ini apalagi hak angket. Jadi kami serahkan kepada kawan kawan yang ingin meneruskan hak angket tentu NasDem menaruh simpati dan respect,” kata Surya Paloh.
Selain Nasdem, partai politik di luar koalisi pemenang Pemilu 2024 (Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka) yang juga belum menentukan sikap soal hak angket ada Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Satu-satunya rekan PDIP pada Koalisi Ganjar Pranowo-Mahfud MD di DPR ini belum tegas mengatakan akan ikut mengusung hak angket. Bahkan beberapa kadernya justru memberi isyarat PPP merapat ke pemerintahan Prabowo-Gibran.
Ketua DPP PPP, Achmad Baidowi mengklaim partainya memang belum mengambil keputusan karena selama ini masih menunggu hasil keputusan KPU soal Pilpres dan Pileg 2024.
"Belum, kami masih konsolidasi data ini [hasil Pemilu 2024] dulu," ujar Baidowi.
Saat ini, PPP juga belum bisa berfokus pada rencana hak angket karena akan berjuang di Mahkamah Konstitusi. Mereka akan menggugat hasil Pileg 2024 yang menetapkan PPP hanya meraih 3,87% suara nasional atau tak menembus ambang batas parlemen.
"Kami akan mengamankan suara dulu di Mahkamah Konstitusi," kata dia.
Wacana hak angket berawal dari capres nomor urut 03, Ganjar Pranowo yang mendorong pemeriksaan terhadap pelaksanaan Pemilu 2024. Hal ini merujuk pada sejumlah dugaan pelanggaran, termasuk keterlibatan pemerintah dalam kontestasi politik tersebut.
Usulan ini kemudian mendapat respon dari paslon 01 dan partai politik dari koalisi perubahan. Akan tetapi, pada saat Rapat Paripurna pembukaan masa sidang IV tahun 2023-2024, hanya PDIP, PKS, dan PKB yang menyuarakan potensi pengajuan hak angket.
(mfd/frg)