Per hari ini, Kamis (21/3/2024), nikel diperdagangkan di US$17.395/ton di LME, anjlok 2,67% dari hari sebelumnya.
Djoko menuturkan data dari APNI yang menunjukan konsumsi bijih nikel terus meningkat. Pada 2021, konsumsi hanya sebesar 65,5 juta wet metric ton (wmt), meningkat menjadi 101 juta wmt pada 2022, 193,4 juta wmt pada 2023, lalu 208,9 juta wmt pada 2024.
Angka konsumsi tersebut didapatkan dari total 81 pabrik pengolahan atau smelter nikel yang sudah berproduksi di Indonesia dengan 249 lini tungku atau furnace lines.
Mengutip data Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Ditjen Minerba) Kementerian ESDM, harga mineral acuan untuk komoditas nikel terus mengalami kemerosotan secara periodik hampir setahun terakhir. Berikut perinciannya:
- April 2023 : US$24.227/ton
- Mei 2023 : US$23.278,57/ton
- Juni 2023 : US$23.317/ton
- Juli 2023 : US$21.376,75/ton
- Agustus 2023 : US$20.663,86/ton
- September 2023 : US$20.827,73/ton
- Oktober 2023 : US$20.190/ton
- November 2023 : US$18.563,64/ton
- Desember 2023 : US$17.653,33/ton
- Januari 2024 : US$16.368,86/ton
- Februari 2024 : US$16.151/ton
Adapun, aturan mengenai HPM termaktub di dalam Peraturan Menteri ESDM No. 11/2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri ESDM No. 7/2017 tentang Tata Cara Penetapan Harga Patokan Penjualan Mineral Logam dan Batubara.
Pasal 6 Ayat 4 beleid tersebut mengatur bahwa formula HPM (harga mineral acuan) logam ditentukan berdasarkan variabel nilai/kadar mineral logam, konstanta, HMA, corrective factor, biaya treatment cost dan refining charges, dan/atau payable metal.
Adapun, nilai/kadar mineral logam ditentukan sesuai dengan sertifikat analisis dan besaran HMA ditetapkan oleh Menteri ESDM setiap bulan.
Besaran HMA tersebut ditetapkan dengan mengacu pada publikasi harga mineral logam yang dikeluarkan oleh London Metal Exchange (LME), London Bullion Market Association, Asian Metal, Indonesia Commodity & Derivatives Exchange, Jakarta Futures Exchange; dan/atau publikasi lain yang digunakan dalam melakukan penjualan mineral logam baik di dalam maupun luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Keringanan Royalti
Selain itu, APNI juga mengusulkan permohonan kepada pemerintah untuk mendapatkan keringanan royalti, seperti yang dilakukan Pemerintah Australia saat ini, di mana mereka menghapus royalti sebagai dukungan kepada pelaku industri nikel Australia.
Djoko memaparkan data penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari royalti nikel yang terus meningkat setiap tahun. Adapun, PNBP dari nikel pada 2021 sebesar Rp5,9 triliun, meningkat drastis menjadi Rp11,06 triliun pada 2022 dan Rp13,2 triliun pada 2023.
Ketua Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) Nanan Sukarna belum lama ini mengatakan rencana pembentukan indeks harga acuan nikel Indonesia kini sedang digodok bersama pemerintah dan ditargetkan segera rampung.
Nanan mengatakan Indonesia, sebagai produsen terbesar nikel di dunia, seharusnya memiliki acuan harga sendiri. "Maka dari itu, kami terobsesi ingin membuat ini," ujarnya, awal Oktober.
Mantan Wakil Kepala Polri itu menambahkan rencana ini juga sudah mendapatkan lampu hijau dari pemerintah.
Mengawali November, salah satu lembaga penyedia tolok ukur harga energi dan komoditas independen global, Argus Media, akhirnya bekerja sama dengan PT Indeks Komoditas Indonesia (PT IKI) untuk segera meluncurkan harga nikel acuan, termasuk nikel kelas II, sebagai bagian dari seri INI.
Chairman dan Chief Executive Argus Media Adrian Binks mengatakan rencana itu dilakukan setelah perusahaan berkomunikasi intensif dengan para pelaku pasar, atau industri pertambangan nikel di Indonesia.
"Kami senang dapat bermitra dengan PT IKI untuk menghadirkan transparansi yang lebih besar di pasar nikel global dan mengatasi perbedaan yang makin meningkat antara harga nikel Kelas I dan Kelas II," ujar Adrian.
(wdh)